Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jerman, Muhammad Rodhin Billah, menuturkan pentingnya kompetensi digital karena melibatkan berbagai hal. Termasuk secara kritis menggunakan teknologi digital dalam beberapa keperluan seperti pembelajaran, bekerja, dan berpartisipasi dalam komunitas.
“Secara definitif, kompetensi digital terbagi dalam tiga hal, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan perbuatan. Pengetahuan yang dimaksud kali ini semacam bagaimana setelah kita mengumpulkan berbagai informasi melalui proses belajar, kita bisa mengumpulkan kumpulan berbagai teori dan fakta,” ujarnya dalam Webinar Hari Santri yang diselenggarakan PCINU Jepang, Sabtu (5/11/2022).
Sedangkan keterampilan dapat membentuk seseorang tidak hanya sekedar mengetahui. Akan tetapi, juga bisa seperti mengendarai sepeda. Kemudian terkait perbuatan atau akhlak seseorang menjadi bisa mempertimbangkan antara keuntungan dan kerugian melakukan sesuatu, semisal menonton YouTube terlalu lama.
Rodhin Billah mengatakan, kompetensi digital sesungguhnya tidak hanya membidik usia produktif saja. Tetapi, untuk seluruh usia sepanjang dia hidup. Dari skala 10 sampai 2 survei mengenai Digital Skill Gap Index (DSGI) Indonesia mendapat nilai 5 dalam skala 2-10.
“Negara yang mendapat nilai paling tinggi di dunia adalah Singapura, dengan nilai 7. Ternyata Singapura dalam mencapai pemenuhan tenaga kerja dapat memahami digital skill, memiliki inisiatif skill future, dan inisiatif ini berskala nasional,” paparnya.
Ia melanjutkan hal itu dijalankan bersama tiga pihak sekaligus, yaitu pemerintahan, lembaga edukasi, dan industrinya. Dunia secara umum berubah lebih cepat dalam teknologi. Oleh karena itu, salah satu karakter dalam dunia digital kerjanya tidak lagi individual, tetapi secara kolaboratif.
Senada dengan hal tersebut Anggota Komite Perlindungan Data Kota Beppu Prof Dahlan Nariman menuturkan, ada tiga perubahan yang akan menjadi global transformasi yang perlu kita pikirkan.
Pertama, kecenderungan-kecenderungan berdasarkan perkembangan teknologi. Kedua, perkembangan berdasarkan populasi. Ketiga, perkembangan berdasarkan ekonomi.
“Jika kita tidak mengetahui posisi kita sekarang, sepuluh atau 20 tahun ke depan maka kita akan kebingungan. Mungkin saja kita tidak punya target untuk sepuluh atau 20 tahun ke depan sehingga kita selalu menjadi bangsa yang konsumtif,” paparnya.
Ia merasa tidak ada yang bisa mengelak dengan tiga perubahan tersebut, karena setiap perubahan itu pasti dibarengi dengan pihak yang tidak berkenan. “Misalnya ketika Tiongkok berubah menjadi nomor satu, maka pasti ada negara yang tidak menginginkan,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.