Abu Musa menceritakan, dahulu ada sorang abid (orang yang ahli ibadah) tergoda oleh hawa nafsunya lalu tergelincir dalam perbuatan dosa. Menyesali akan perbuatannya, ia buru-buru melakukan pertaubatan.
Dalam pertaubatannya, ia mencoba mengasingkan diri dan menjauhi orang-orang yang ia kenal lalu mengembara dengan meninggalkan semua hiruk pikuk dunia sebagai tindakan menghukum diri.
Dalam pengembaraannya, ia menemukan sebuah rumah jompo untuk beristirahat. Tubuhnya yang lusuh dan lemas karena kelaparan membuat dirinya terkapar di lantai.
Ketika seorang dermawan datang dan membagikan potongan-potongan roti, si abid juga mendapatkan bagian. Naas, ketika sampi ke orang urutan terakhir, ternyata potongan roti yang dibawa oleh seorang dermawan telah habis dan orang yang berada di urutan terakhirpun tidak mendapatkan bagian.
Melihat orang di urutan terakhir tidak mendapatkan bagian, si abid merasa bahwa roti yang ia terima bukan haknya dengan alasan ia bukan penghuni rumah jompo, kemudian ia memberikan roti yang ada di tangannya kepada orang di urut terakhir meski ia sendiri sedang kelaparan. Memang begitulah seharusnya kalau bukan haknya jangan dimakan.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 29:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَاۡكُلُوۡۤا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar). (QS An-Nisa : 29)
Penulis: H Ahmad Niam Syukri Masruri
https://jateng.nu.or.id/taushiyah/pertaubatan-seorang-ahli-ibadah-V2e9I