Jakarta, NU Online
Quarter-life crisis adalah suatu periode ketidakpastian dan pencarian jati diri yang dialami individu pada saat mencapai usia pertengahan 20 hingga awal 30 tahun. Pada periode ini, individu dihantui perasaan takut dan khawatir terhadap masa depannya, termasuk dalam hal karier, relasi, dan kehidupan sosial.
Untuk mengatasi itu, Profesor Muhammad Quraish Shihab mengajak para remaja usia 20-an untuk berkaca pada kehidupan semut. Saat menginginkan sesuatu, semut terus bersungguh-sungguh mengusahakan itu, berjalan jauh dengan kaki kecilnya, bahkan tak jarang harus memanjat untuk sekedar mendapatkan keinginannya, yaitu makanan.
“Semut itu memikul beban yang jauh lebih besar dari badannya. Sekian kali jatuh, jatuh, dan berhasil. Itu kenapa harus mencontoh pada semut,” terang Pendiri Pusat Studi Al Qur’an (PSQ) itu, dalam tayangan di kanal Youtube Najwa Shihab, dikutip NU Online, Jumat (16/9/2022).
Contoh lainnya, adalah Ibnu Hajar Al Asqalani. Dikisahkannya, dalam kegundahan hatinya, Ibnu Hajar meninggalkan sekolah lantaran minder dengan teman-teman. Namun, saat beristirahat pandangannya tertuju pada sebuah tetesan air yang bisa membuat batu berlubang.
Dari peristiwa itu, seketika ia tersadar bahwa betapapun kerasnya sesuatu jika diasah terus menerus maka akan menjadi lunak. “Ibnu Hajar yang gagal di sekolahnya, lalu dia ke sungai melihat tetesan air yang sedikit demi sedikit menimpa batu sampai berlubang. Dia sadar, dia juga bisa berhasil,” paparnya.
Kedua contoh di atas, menurut Prof Quraish, sejatinya merupakan pelajar berharga bagi para remaja yang tengah mengalami keputusasaan. Putus asa, khawatir, dan cemas; tiga kata negatif yang terkait erat dan saling digunakan sebagai sinonim, itu manusiawi.
Akan tetapi, lanjut dia, perasaan itu dapat diatasi jika teridentifikasi dan dikenali penyebabnya. “Jadi, cari penyebabnya dan jangan terlalu membesarkan rasa takut padahal belum terjadi. Bisa jadi yang ditakuti itu tidak terjadi,” tutur ulama alumni Universitas Al Azhar, Kairo itu.
Ia menjelaskan, rasa takut dan khawatir umum dialami oleh siapa saja, tak terkecuali Nabi saw. Tetapi Nabi mempunyai rahasia yang dapat mengatasi rasa takut itu, yaitu dengan terus berharap kepada Allah swt.
“Rasa khawatir, rasa takut itu manusiawi. Tidak ada orang yang tidak takut, Nabi pun pernah mengalami ketakutan. Tetapi ada kiat yang harus dilakukan untuk paling tidak mengurangi rasa takut itu,” terang penulis Tafsir Al Misbah itu.
Karenanya ia berpendapat, rasa takut perlu dikelola dengan baik untuk meminimalisasi sifat ceroboh. “Kita tidak boleh menghilangkan rasa takut, karena hilangnya rasa takut dapat mengakibatkan ketiadaan kehati-hatian atau kecerobohan,” kata cendekiawan berdarah campuran Arab-Bugis itu.
Ia mengingatkan bahwa rasa takut atau khawatir akan masa depan atau perkara-perkara lain dapat diselesaikan dengan baik melalui berpikir optimis. Untuk itu, ia mengimbau, kepada setiap individu untuk senantiasa menyibukkan diri melakukan kegiatan-kegiatan positif dan melibatkan Allah swt dalam setiap langkah.
“Kalau Anda merasa takut tentang sesuatu yang terjadi, rasa takut Anda itu bisa lebih berbahaya dan lebih besar dampaknya daripada ketakutan bila terjadi,” terang dia.
“Untuk menangkalnya, ada salah satu doa yang bagus: Ya Allah kalau memang ketetapan-Mu harus terjadi (kejadian yang tidak menyenangkan) maka biarlah aku terjatuh. Tapi mohon kiranya aku terjatuh ditumpukkan jerami,” sambung Prof Quraish.
Doa tersebut, menurutnya, bisa dijadikan penangkal kala kita tidak bisa menghindar dari ketakutan. “Jadi, belum tentu yang kita takuti itu terjadi. Maka di sinilah peranan optimisme, di sinilah peranan kita kembali kepada Allah,” tandasnya.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.