Semarang, NU Online Jateng
Pesantren Darul Falah Besongo, Ngaliyan, Kota Semarang menggelar Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1444 Hijriah dengan tema ‘Menebar Perdamaian dengan Meneladani Akhlak Sang Nabi’ pada Ahad (9/10/2022).
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang prof KH Imam Taufiq mengatakan, tema ini sangat penting untuk kita hayati. Bahwa salah satu misi utama Nabi Muhammad SAW diturunkan di muka bumi ini adalah untuk membangun, mengabadikan, dan mengamalkan akhlak yang mulia.
“Innamaa bu’itstu li utammima makarimal akhlaq. Bahwa sesungguhnya saya diutus di muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,” jelas Kiai Taufiq yang juga Pengasuh Pesantren Darul falah Besongo itu.
Disampaikan, zaman dahulu tantangan Nabi Muhammad SAW cukup besar, salah satunya adalah menghadapi orang yang pintar dan hebat. “Jangan pernah berpikir bahwa zamannya Nabi Muhammad SAW itu bodoh-bodoh. Zaman dahulu yang disebut zaman jahiliyah, itu bukan orang yang tidak punya otak, tidak pintar dan tidak cerdas,” ujarnya.
Dikatakan, karya-karya hebat pada zaman Nabi yang ditulis oleh orang-orang yang non Muslim itu sudah banyak seperti puisi, novel dan sastra-sastra Arab, sudah biasa diperlombakan dan dipasang di Ka’bah.
“Tapi kenapa masih disebut jahiliyah? Jahiliyah itu artinya bodoh. Tapi bukan bodoh yang tidak mempunyai konteks rasional. Tapi mereka bodoh tidak mau mengakui Nabi Muhammad SAW pembawa risalah Allah SWT,” terangnya.
Menurutnya, hari ini yang dibutuhkan masyarakat Indonesia adalah salah satunya sama di zaman jahiliyah. “Banyak orang-orang pintar, orang-orang yang mempunyai edukasi tinggi, tapi kadang kala masih gengsi tidak mengakui kebenaran. Masih mengakui keegoisannya yang tinggi,” ungkapnya.
Di tengah suasana itu lanjutnya, Nabi Muhammad SAW diminta untuk memberikan contoh akhlak yang baik. Tidak pernah tercatat di sejarah, Rasulullah SAW itu pernah melakukan kekerasan. Dan yang dilakukan adalah menyebarluaskan perdamaian.
“Orang yang menghasut, marah, fitnah, bahkan membunuhnya, dibalas dengan kasih sayang dan tanpa adanya kekerasan apalagi balas dendam. Karena itu, rahmatan lil alamin yang dibawa Islam itu perdamaian,” tegasnya.
Dalam siaran pers kepada NU Online Jateng, Rabu (12/10/2022) Kiai Imam Taufiq menyampaikan, kekerasan bukan hanya ketika manusia melakukan atau mengalami penyiksaan secara jasmani.
“Ada bentuk lain yang lebih berbahaya dibanding kekerasan fisik, yakni kekerasan verbal. Berbicara yang bisa menyakiti orang lain juga bentuk dari kekerasan,” ucapnya.
Dicontohkan, nama panggilan yang bernada hinaan atau mengata-ngatai seseorang dengan mengganti namanya menjadi sebutan yang lain. “Seperti mengatakan dia gendut. Nah, ketika orang ini tersinggung, sakit hati, maka sudah termasuk bagian dari melakukan kekerasan,” pungkasnya. (*)