Bandarlampung, NU Online
Politik identitas harus diwaspadai oleh seluruh masyarakat karena menjadi ancaman dan memunculkan disintegritasi bangsa terutama jelang Pemilu 2024. Politik identitas berdampak negatif bagi keberagaman dan persatuan bangsa.
Hal ini sudah terbukti dan dirasakan pada Pemilu lalu di mana politik identitas membawa nama agama memunculkan polarisasi. Seperti munculnya istilah cebong, kampret, kadrun dan sejenisnya yang tidak sejalan dengan semangat kebhinekaan dan kerukunan.
“Politik identitas merupakan suatu bentuk politik yang menekankan pada perbedaan-perbedaan identitas seperti agama, suku, ras, dan gender dalam mencapai tujuan politiknya,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung, Puji Raharjo dalam Webinar Bahaya Politik Identitas bagi Kalangan Milenial pada Kamis (11/5/2023).
Hal ini menurutnya dapat memicu konflik horizontal dan memperkeruh suasana politik di Indonesia. Selain itu, politik identitas juga dapat menimbulkan polarisasi di masyarakat, memperlemah kebersamaan nasional, dan merusak nilai-nilai toleransi dan pluralisme.
Menurut Puji, generasi milenial harus mampu memahami bahaya politik identitas dan mempromosikan perspektif moderasi beragama. Milenial juga harus aktif dalam memperjuangkan nilai-nilai toleransi dan pluralisme serta membangun kesadaran akan pentingnya beragama dengan membawa esensinya, bukan wadah (casing)-nya.
“Agama adalah ultimate value (nilai tertinggi) yang rawan digunakan untuk kepentingan sesaat. Agama harus menjadi pemersatu bukan pemecah dengan menggunakan simbol-simbol agama dalam kampanye,” katanya.
Generasi milenial juga lanjutnya, harus menjadi agen-agen pemersatu yang terus mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Para pendahulu mendirikan negara ini bukan melalui ijtihad sesat dan pikiran dangkal dalam meletakkan fondasi kuat ini. Mereka secara mendalam sudah melihat jauh ke belakang dan perspektif ke depan untuk bisa bersaing secara global,” jelasnya.
Sementara Kaban Kesbangpol Provinsi Lampung, M Firsada mengatakan bahwa saat ini para calon presiden sudah mulai melakukan sosialisasi yang bertujuan untuk memperkenalkan diri untuk menarik simpati dan menaikkan elektabilitas.
Dalam politik, ada pihak-pihak yang menempuh berbagai cara untuk meraup suara masyarakat. Cara-cara negatif para calon yang perlu diwaspadai oleh masyarakat adalah menggunakan politik identitas.
“Modus operandinya adalah menggunakan hoaks, hatespeech, dan negatif campaign. Motifnya adalah politik identitas,” ungkapnya.
Ia mengajak kalangan milenial untuk menghindari motif politik dentitas karena cenderung memodifikasi identitas untuk kepentingan sesaat. Sehingga bidikan dari yang melakukan politik identitas adalah untuk menutupi kekurangannya.
Webinar tersebut juga menghadirkan KH Abdul Syukur dan Ken Setiawan dari NII Crisis Center.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/nasional/politik-identitas-munculkan-disintegritasi-bangsa-ut1Ja