Jakarta, NU Online
Matahari tepat melintasi Ka’bah dua kali dalam setahun. Peristiwa keberadaan matahari di atas Ka’bah ini disebut sebagai Istiwa A’dham atau Rashdul Qiblat.
Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) KH Sirril Wafa menjelaskan bahwa peristiwa Rashdul Qiblat atau Istiwa’ A’dham ini terjadi dua kali karena matahari tampak dari bumi mengalami pergeseran ke utara dan selatan.
“Ini adalah momen matahari tepat di atas Meridian Ka’bah saat istiwa’ di Makkah. Fenomena ini terjadi karena dalam peredaran tahunannya, matahari dilihat dari bumi tampak mengalami pergeseran ke utara dan ke selatan dari khatulistiwa,” katanya kepada NU Online pada Jumat (26/5/2023).
Kiai Sirril, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa pergeseran ketampakan matahari ke utara Khatulistiwa maksimal sekitar 23,5 derajat LU. Demikian pula maksimal 23,5 LS ke sebelah selatan Khatulistiwa, pergeseran matahari tampak sari bumi. Sementara posisi Ka’bah sendiri berada pada 21,45 derajat LU.
“Maka Matahari dalam perjalanan ke arah utara, tentu akan melewati titik 21,45 atau yang mendekati angka itu di mana posisi lintang Ka’bah berada,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kiai Sirril menerangkan bahwa pergeseran ketampakan matahari dari bumi yang pertama dalam perjalanannya ke utara terjadi pada tanggal 27 dan 28 Mei. Hal ini terjadi pada pukul 12.18 waktu Makkah atau 16.18 WIB dan 17.18 WITA.
“Lalu lanjut ke utara hingga mencapai titik maksimal pada 23,5 derajat,” ujar dosen Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Kemudian, matahari pada esoknya kembali ke arah selatan dan mencapai titik yang sama dengan lintang Ka’bah, yakni 21,45 derajat LU, pada pertengahan Juli, tepatnya pada 15 dan 16 Juli pada pukul 12.27 waktu Makkah atau 16.27 WIB dan 17.27 WITA.
Namun, tidak semua daerah dapat menyaksikan peristiwa Rashdul Qiblat atau Istiwa’ A’dham ini. Di Indonesia, wilayah timur tidak dapat menyaksikan karena saat peristiwa tersebut terjadi, matahari di sana sudah terbenam.
“Yang bisa menyaksikan hanya daerah di mana saat itu matahari terlihat. Untuk Indonesia, wilayah zona timur (WIT) yang sepertinya tidak bisa menyaksikannya karena saat itu, sudah masuk waktu Maghrib,” katanya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.