Santri Pondok Ngunut Tulungagung Dakwah Keren Lewat Film

Tulungagung, NU Online Jatim

Dakwah tidak melulu secara inklusif, melainkan juga memanfaatkan digitalisasi dengan membuahkan karya untuk dinikmati publik. Santri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien (PPHM) atau yang kerap dikenal Pondok Ngunut menggunakan film sebagai syiar dakwah.

 

Salah satu crew pembuat Film ‘Gerbang’ PPMH Pondok Ngunut Tulungagung, M Fahmie Fatwaddin menjelaskan dakwah di era kekinian bisa dengan berbagai cara. Film Gerbang II dibuat dalam rangka mengikuti Festival Film Pendek yang diadakan Media Pondok Jatim.

 

“Kalau dari film teman-teman itu lebih fokus sebagai dakwah kepada publik. Selain itu juga sebagai pengembangan skill santri. Karena santri tidak boleh kalah dengan kelompok lain,” ujar M Fahmie Fatwaddin saat dikonfirmasi, Ahad (18/12/2022).

 

Kang Wawa sapaan akrab Fahmie Fatwaddin mengaku, banyak alumni Pondok Ngunut merespons positif adanya film tersebut. Bagaimana nilai-nilai hasil mengaji maupun pengalaman kejadian yang dialami bisa diangkat ke sebuah film pendek.

 

“Alhamdulillah tanggapan alumni menyambut baik. Tujuan pembuatan film adalah kesadaran dari perkembangan teknologi dalam berdakwah santri itu sendiri,” bebernya.

 

Perihal lama pengerjaan, santri asal Salatiga Jawa Tengah ini menuturkan kalau penulisan naskah skrip hanya tiga hari. Lalu, sowan ke pengasuh pondok, beberapa kali syuting baik di dalam pondok maupun di luar pondok.

 

“Saya paksakan ke teman-teman. Ini tujuan kita bersama untuk dakwah keluar, ayo semangat. Akhirnya mereka mau dan hanya persiapan mepet satu minggu, Alhamdulillah jadi,” terangnya.

 

Pesan yang ingin disampaikan di film Gerbang 2 adalah agar menjadi pengurus yang bijak dalam mengurusi santri. Sementara bagi santri, film tersebut menyiratkan supaya berjuang dalam tholabul Ilmi.

 

“Walaupun sesulit apapun, Insyaallah dengan kita ikhlas pasti ada jalan dari Allah,” ulasnya.

 

Santri yang hobi memasak ini mengaku juga mengalami kesulitan saat proses pengerjaan film. Pertama, lokasi yang harus ditempuh cukup jauh, sebab ada yang peran Pak Tani. 

 

Selanjutnya, alat yang awalnya belum memadai dan cuaca yang tidak menentu. Kendala yang terakhir adalah dari aktornya sendiri. Sebab, ada salah satu aktor cilik yang masih berusia 9-10 tahun. 

 

“Kita harus menunggu anak kecil itu untuk mood syuting. Kalau waktunya tidur kita harus menunggu sampai jam 3,” paparnya.


https://jatim.nu.or.id/matraman/santri-pondok-ngunut-tulungagung-dakwah-keren-lewat-film-jA6oP

Author: Zant