Jombang, NU Online Jatim
Hari Raya Idul Adha menjadi moment tertentu bagi para santri di pesantren. Sebagian santri memilih pulang kampung, karena memang waktunya liburan pesantren. Namun ada beberapa santri yang memilih tidak pulang.
Mereka mengisi liburan pesantren dengan cara membakar sate alias nyate massal di pesantren. Sedikitnya 5.000 santri Pesantren Tebuireng memilih tidak pulang kampung. Selepas salat Idul Adha, mereka sibuk menyiapkan peralatan pembakaran sate di depan asrama masing-masing.
Setelah menerima daging kurban dari pengurus pondok, para santri secara berkelompok, berbagi tugas. Mulai dari memotong daging sate, meracik bumbu, hingga menyiapkan bakaran.
Sate-sate yang telah matang, lantas mereka santap bersama. Para santri menilai tradisi nyate massal ini sangat seru sehingga mereka memilih tidak mudik.
“Seru banget ya, kalau di rumah bakar-bakar sate bareng keluarga, kalau di sini lebih banyak pengalamannya,” kata santri asal Jakarta Abdur Rafiq (16) kepada wartawan di lokasi, Senin (17/6/2024).
Tidak hanya itu, para santri juga mengolah daging kurban menjadi sup dan gulai. Masak dan makan bersama menjadi tradisi yang mereka nantikan setiap Hari Raya Idul Adha. “Saya sengaja tidak pulang supaya merayakan Idul Adha di pondok. Tadi nyate dan makan bareng sama santri-santri lainnya, seru,” ungkap Adam (16) santri asal Gresik.
Mundzir Pesantren Tebuireng Lukman Hakim menjelaskan, tradisi bakar sate massal merupakan simbol kebersamaan para santri. Idul Adha kali ini pihaknya menyembelih 27 sapi dan tujuh kambing kurban.
Puluhan ekor hewan kurban itu dari sejumlah tokoh, wali santri, dan masyarakat sekitar. Selain para santri, daging kurban juga dibagikan kepada warga serta para guru dan karyawan pondok.
“Terutama kepada santri kurang lebih 5.000 orang dan kepada masyarakat 5.000 kantong juga termasuk untuk guru dan karyawan di Tebuireng,” pungkasnya.