Jakarta, NU Online
Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus resmi mencabut status darurat kesehatan global untuk Covid-19 pada Jumat (5/5/2023).
“Dengan harapan besar, saya nyatakan Covid-19 berakhir sebagai darurat kesehatan global,” ungkapnya dalam konferensi pers, seperti dikutip dari akun media sosial Instagram resminya.
Menanggapi itu, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Peduli Covid-19 Nahdlatul Ulama (NU), dr Makky Zamzami menilai bahwa pencabutan status Covid-19 sebagai darurat kesehatan global sudah tepat.
“Pencabutan status seharusnya sudah bisa dilakukan dari beberapa waktu lalu ya, ketika tren dan pola kasus di berbagai negara sudah mulai turun. Kemudian, mutasi dari varian sudah tidak banyak, dan pertumbuhan angka kesakitan dan dirawat tidak meningkat,” kata Dokter Makky kepada NU Online, Sabtu (5/5/2023).
Pencabutan status Covid-19 ini bersamaan dengan kenaikan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia. Meski begitu, Makky menilai bahwa terkait kenaikan kasus Covid-19 di beberapa daerah Indonesia pada akhirnya tetap akan menjadi catatan pemantauan dari kasus Covid-19.
“Namun ukurannya bukan hanya kenaikan, tapi juga ukuran angka kesakitan yang memerlukan perawatan. Karena memang nyaris sama seperti pilek, ketika terkena Covid-19 apakah dia cukup dirawat di rumah atau memerlukan di ruang Covid-19,” ungkapnya.
“Pada akhirnya itu menjadi satu indikator keberhasilan bahwa walaupun angka naik, tapi masih bisa dikendalikan,” imbuhnya.
Menurutnya pemerintah juga perlu membuat simulasi dan tetap menyediakan perawatan Covid-19 bahwa memang penyakit yang satu ini bersifat sangat menular.
“Perlu dipersiapkan manajemen perawatan Covid.-19. Jangan hanya mengandalkan hasil pemeriksaan di rawat jalan, tapi tetap di setiap daerah memerlukan satu konsep perawatan inap. Saya rasa ini perlu tetap ada walaupun mekanisme atau manajemennya bisa digabung dengan RSUD atau RS swasta lainnya,” papar Makky.
Atas pencabutan status Covid-19 tersebut, Makky kemudian mengingatkan kembali masyarakat untuk tetap memperhatian perbedaan gejala kasus influenza dan Covid-19.
“Jangan sampai Covid-19 dianggap kasus influenza. Masyarakat yang sakit tetap beraktivitas di luar, tapi menularkan ke kanan-kiri,” katanya.
Pasalnya, sambung dia, Covid-19 akan tetap berbahaya, utamanya bagi masyarakat yang tidak melakukan vaksinasi.
“Ada beberapa masyakarat yang tidak bisa menerima vaksinasi karena ada kontraindikasi. Kalau semisalnya masyarakat terlalu abai tidak bisa membedakan flu dan Covid-19, nanti takutnya tidak menggunakan masker di tempat publik padahal dia terkena Covid-19. Itu perlu diperhatikan masyarakat,” tutupnya.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Fathoni Ahmad
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.