Menjelang pelaksanaan shalat Idul Fitri, biasanya banyak kesunahan sebelum berangkat. Salah satunya yakni makan sebelum pergi ke tempat ibadah shalat Idul Fitri.
Di antara hadits yang menjadi dasar kesunahan ini adalah apa yang ditulis oleh Imam Jalaludin As-Suyuthi di dalam kitabnya Al-Jâmi’us Shaghîr yang kemudian banyak disyarahi oleh para ulama di antaranya oleh Al-Munawi.
كَانَ لَا يَغْدُو يَوْم الْفطر حَتَّى يَأْكُل سبع تمرات
Artinya: Adalah Rasulullah SAW tidak pergi untuk melakukan shalat Idul Fitri sampai beliau memakan tujuh buah kurma.
Dalam penjelasan hadits di atas Al-Munawi dalam kitabnya Faidlul Qadîr menuturkan bahwa sebelum Rasulullah pergi menuju tempat shalat Idul Fitri beliau terlebih dahulu memakan tujuh butir kurma di rumah. Menurutnya hal ini dilakukan oleh Rasul untuk memaklumkan telah di hapusnya keharaman berbuka sebelum dilakukannya shalat Idul Fitri. Sebelumnya berbuka sebelum dilakukannya shalat Idul Fitri sempat diharamkan pada masa-masa awal Islam.
Dipilihnya kurma sebagai makanan yang dikonsumsi sebelum pergi menuju tempat shalat Id rasa manisnya yang dapat menguatkan pandangan setelah sebelumnya pandangan itu dilemahkan oleh puasa selama satu bulan dan juga dapat melembutkan hati.
Karenanya para ulama mengatakan disunahkannya memakan kurma. Apabila tidak mudah mendapatkan kurma maka dapat diganti dengan makanan manis lainnya. Apabila sebelum keluar rumah tidak sempat untuk berbuka terlebih dahulu maka disunnahkan untuk melakukannya ketika dalam perjalanan atau setelah sampai di tempat shalat bila memungkinkan.
Makruh hukumnya meninggalkan kesunahan ini sebagaimana ditetapkan Imam Syafi’i di dalam Al-Umm. Perlu diketahui juga bahwa dalam hal ini minum dihukumi sama dengan makan.
Lebih lanjut Al-Munawi juga menuturkan bahwa adanya Rasulullah memakan tujuh butir kurma adalah karena kecintaan beliau kepada bilangan yang ganjil dalam segala urusan (Al-Munawi, Faidlul Qadîr, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2012, jilid I, halaman 239).
Dari sini dapat kita ambil satu kesimpulan bahwa yang dianggap sebagai kesunahan adalah bilangan ganjilnya, bukan jumlah tujuhnya. Karenanya termasuk melakukan kesunahan juga bila sebelum pergi ke tempat shalat Idul Fitri makan dengan bilangan ganjil tiga atau lima misalnya.
Hal ini bisa kita simpulkan dari adanya hadits lain yang serupa di mana tidak menyebutkan bilangan tujuh namun menyebutkan bilangan ganjil. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan dikutip oleh At-Tabrizi (Muhammad bin Abdullah At-Tabrizi, Misykâtul Mashâbîh, Beirut, Al-Maktab Al-Islami, 1979), juz I, halaman 451):
كانَ رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يغدو يومَ الفِطْرِ حتى يأكلَ تَمَرَاتٍ، ويأكُلُهنَّ وِترًا
Artinya: Adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallama tidak pergi untuk melaksanakan shalat Idul Fitri sampai beliau memakan beberapa butir kurma. Beliau memakannya ganjil.
Wallâhu a’lam.