Sekilas Pesantren Tambakberas, Lokasi Konferwil GP Ansor Jatim 2024

Pondok Pesantren Bahrul Ulum atau yang dikenal Pesantren Tambakberas merupakan salah satu pesantren tertua di Jawa. Bahkan bisa dikatakan sebagai pesantren tertua di Jombang dan menjadi cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di Jombang.

 

Pesantren ini dipilih sebagai lokasi pelaksanaan Konferensi Wilayah atau Konferwil GP Ansor Jatim yang bakal dihelat pada 28 Juli 2024 mendatang. Konferwil tersebut salah satu agendanya ialah untuk memilih Ketua Pimpinan Wilayah (PW) GP Ansor Jatim ke depan.

 

Pesantren Tambakberas hingga kini sudah mencetak para santri untuk menjadi pejuang dan kader-kader nasional, bahkan sejak sebelum masa kemerdekaan hingga kini. Dilansir dari tambakberas.com, salah satu pendiri NU dan pahlawan nasional, yakni KH Abdul Wahab Chasbullah lahir dan menjadi bagian dari keluarga besar Pesantren Tambakberas.

 

Disebutkan, Kiai Wahab bukan pendiri langsung Pesantren Tambakberas, melainkan sudah bagian generasi ketiga dari awal pendirian Pesantren Tambakberas. Untuk lebih lengkapnya mari simak sejarah awal Pondok Pesantren Tambakberas berikut ini.

 

Periode Rintisan Pertama

Sekitar tahun 1825 di sebuah Dusun Gedang Desa Tambakrejo, datanglah seorang alim, pendekar ulama atau ulama pendekar, bernama Kiai Abdus Salam.

 

Kiai Abdus Salam lebih dikenal dengan panggilan Mbah Shoichah (bentakan yang membuat orang cemas). Ia adalah putra Kiai Abdul Jabbar bin Kiai Abdul Halim (Pangeran Benowo) bin Kiai Abdurrohman (Joko Tingkir). Menurut silsilah, ia termasuk keturunan Raja Brawijaya (Kerajaan Majapahit).

 

Kehadirannya di dusun ini membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang dimilikinya. Dusun Gedang Desa Tambakrejo semula merupakan hutan belantara. Kurang lebih 13 tahun ia bergelut dengan semak belukar dan kemudian dijadikan perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia.

 

Setelah berhasil mengubah hutan menjadi perkampungan, mulailah Kiai Abdus Salam membuat gubuk tempat berdakwah. Yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari sebuah langgar, bilik kecil untuk santri dan tempat tinggal yang sederhana.

 

Pondok pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pondok Selawe atau Pondok Telu, dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang dan jumlah bangunan yang hanya terdiri 3 lokal dan mushala. Hal ini terjadi pada tahun 1838 M dan menjadi cikal bakal Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas.

 

Sementara itu, menurut versi lain, istilah 3 (telu) adalah representasi dari Pondok Selawe atau Pondok Telu yang mengembangkan ilmu-ilmu syari’at, hakikat, dan kanuragan. Hal itu didasarkan pada manifestasi keilmuan Mbah Shoichah sendiri yang mencakup ketiganya.

 

Periode Rintisan Kedua

Setelah Mbah Shoichah (Kiai Abdus Salam) berusia lanjut (sepuh: bahasa Jawa), kepimpinan Pondok Selawe atau Pondok Telu diserahkan kepada dua menantunya, yang tidak lain adalah santrinya sendiri. Keduanya adalah Kiai Utsman dan Kiai Sa’id. Atas restu Mbah Shoichah, Kiai Utsman dan Kiai Sa’id menjadikan pesantren dua cabang, hal ini dikarenakan jumlah santri yang semakin bertambah banyak.

 

Kiai Utsman mengembangkan pesantren di Dusun Gedang yang tidak jauh dari pesantren ayah mertuanya, yaitu di sebelah timur sungai pondok pesantren. Sedangkan Kiai Sa’id mengembangkan pesantren di sebelah barat sungai.

 

Dalam penataan manajemen pendidikan pesantren yang diasuhnya, Kiai Ustman lebih berkonsentrasi mengajarkan ilmu-ilmu thariqah atau tasawuf. Sementara Kiai Sa’id mengajarkan ilmu-ilmu syari’at.


https://jatim.nu.or.id/rehat/sekilas-pesantren-tambakberas-lokasi-konferwil-gp-ansor-jatim-2024-i1Byy

Author: Zant