Trenggalek, NU Online Jatim
Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) masa khidmat 2022-2025, Wahyu Mawadatul Habibah membeberkan enam tantangan yang dihadapi pelajar NU masa saat ini dan mendatang.
“Tantangan-tantangan yang dihadapi IPNU-IPPNU ini sebenarnya termasuk lumayan banyak. Pertama, adalah spirit ideologi. Semakin kesini zaman itu juga semakin tidak terkontrol,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (17/05/2023).
Wahyu mengaku, sekarang anak Sekolah Menengah Akhir (SMA) sederajat bahkan juga mahasiswa sendiri seakan tergerus dengan ideologi. Banyak seperti Rohani Islam (Rohis) di sekolah-sekolah dijadikan ekstrakurikuler, sementara IPNU-IPPNU sendiri untuk masuk ke ranah sekolah susah.
Alumnus Magister Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung ini melanjutkan, tantangan kedua perihal tiga dosa besar pendidikan adalah perundungan, kekerasan seksual, serta intoleransi.
Tidak sedikit pelajar sudah memiliki jiwa intoleransi, tidak adanya toleransi sesama pemeluk agama. Sementara bullying atau perundungan juga banyak sekali terjadi di sekolah-sekolah atau diluar yang pelakunya masih anak dibawah umur.
“Lalu ada kekerasan seksual, tidak hanya dialami oleh orang mahasiswa saja, bahkan anak kecil hingga perempuan turut menjadi sasaran,” terangnya.
Perempuan asli Kabupaten Trenggalek ini menerangkan, tantangan ketiga adalah digitalisasi. Zaman yang semakin modern di era 5.0 mengenal banyak media sosial dan perubahan digital.
“Yang dulunya tidak tahu internet sekarang banjir akan informasi,” ungkapnya.
Berbanding terbalik modernisasi, ternyata itu tidak diimbangi dengan pemanfaatan yang baik. Wahyu menilai digitalisasi bagi pelajar seakan sudah memiliki gadget canggih, tapi tidak dimanfaatkan penunjang pelajaran atau positif yang lain.
“Hal itu tidak dimanfaatkan dengan baik, justru hanya untuk keperluan senang-senang saja,” jelasnya.
Keempat literasi, Wahyu menguraikan sesuai data Programme for International Student Assessment (PISA) berkaitan literasi, dari 63 negara Indonesia berada di posisi 61. Ia menilai posisi tersebut menunjukkan dengan literasi Indonesia masih sangat rendah.
“Minat baca, minat menulis, minat berbicara, lalu menyelesaikan masalah, Indonesia masih sangat minim. Targetnya itu rata-rata literasi rendah ada di anak-anak sekolah atau pelajar. Yang mana Ini target marketnya IPNU-IPPNU,” ulasnya.
Kelima, perempuan yang pernah mengikuti Latihan Pelatih Nasional (Latpelnas) pada tahun 2022 di Jakarta sebagai peserta terbaik adalah tantangan kemandirian organisasi. Pasalnya, Wahyu tidak menampik dengan usia yang sudah 68-69 tahun bagi Badan Otonom (Banom) NU ini seakan masih belum mandiri, baik organisasi ataupun individu.
Keenam, berkaitan kaderisasi. Wahyu menjelaskan kaderisasi IPNU-IPPNU perlu di progresifkan dan dimasifkan lagi, karena kaderisasi akan berpengaruh bagi kehidupan organisasi. Artinya kaderisasi masif itu bukan untuk kaderisasi formal dalam artian bukan hanya formal di Masa Kesetiaan Anggota (Makesta) dan Latihan Kader Muda (Lakmud).
“Punya banyak kaderisasi di luar formal, seperti up skill, hard skill, soft skill, upgrade skills perlu di update. Lantaran, era sekarang bagi IPNU-IPPNU bukan lagi sebagai pengikut follower tetapi itu juga harus bisa menjadi pelopor. Namun tetap juga dibuktikan dengan pengkaderan yang maksimal.