Sudah Terjadi Berulangkali, Perbedaan Idul Fitri Perlu Disikapi Biasa Saja

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’ Alielha menanggapi perbedaan awal Syawal atau Hari Raya Idul Fitri 1444 hijriah.

Ia mendorong umat Islam agar bersikap biasa saja dalam merespons perbedaan itu. Sebab perbedaan ini terjadi bukan baru kali pertama, tetapi sudah berkali-kali. Setiap Muslim mesti mengakui bahwa ada perbedaan metode dalam menentukan awal bulan hijriah. 

“Kita ini kan sudah berkali-kali mengalami perbedaan perayaan lebaran atau 1 Syawal. Jadi karena ini sudah berkali-kali harusnya kita sudah bisa menerimanya dan biasa saja,” ucap Savic Ali, sapaan karibnya, dalam tayangan galawicara di Metro TV, Kamis (20/4/2023) malam.

“Karena memang kita harus akui ada perbedaan metodologi, perspektif, sudut pandang. Itu terbiasa dalam agama. Dalam banyak hal yang lain, perbedaan itu biasa. Maka perbedaan Hari Raya Idul Fitri harus kita sikapi dengan biasa saja,” imbuhnya.

Sebab menurut Savic, hal terpenting dari Idul Fitri adalah diperbolehkannya makan di siang hari sehingga disebut hari raya makan-makan. Pada momentum Idul Fitri juga menjadi ajang untuk membersihkan diri, memperkuat tali silaturahim dan ikatan persaudaraan.

“Yang terpenting adalah itu. Bukan kita melebih-lebihkan atau mengeksploitasi perbedaan-perbedaan yang sudah sangat biasa dalam kehidupan riil kita dalam beberapa tahun terakhir,” katanya. 

Tugas Negara

Menurut Savic, negara atau pemerintah tidak boleh terlalu dalam mencampuri urusan agama warganya. Namun, sesuai mandat konstitusi, negara harus memfasilitasi para pemeluk agama untuk bisa menjalankan keyakinannya. 

Pada konteks Hari Raya Idul Fitri 1444 hijriah ini, kata Savic, negara melalui Kementerian Agama yang mengadakan sidang isbat dan memutuskan awal Syawal merupakan bagian dari melayani dan memfasilitasi warga. Sebab dengan adanya keputusan tersebut, masyarakat jadi punya panduan.

“Kalau di negara lain, suara negara itu satu di beberapa negara Muslim. Tapi di Indonesia, negara itu kan tidak masuk terlalu dalam ke urusan agama. Dengan mengumumkan dan menggelar sidang isbat, itu saya kira sudah tepat,” katanya.

Savic melanjutkan, negara harus menghormati perbedaan. Meski sudah memutuskan Hari Raya Idul Fitri 1444 H jatuh pada Sabtu (22/4/2023) besok, tetapi negara tetap harus melayani dan memberikan fasilitas kepada sebagian Muslim yang merayakan Idul Fitri pada Jumat (21/4/2023) hari ini.

Sementara itu, intelektual Muhammadiyah Sukidi mengapresiasi spirit negarawan yang ditunjukkan Menag Yaqut. Sebab pemerintah telah memberikan satu teladan dalam bertoleransi dengan menyatakan bahwa perbedaan merupakan bagian dari tradisi Islam yang harus dihormati dan dijunjung tinggi.

“Karena itu, sikap terbaik yang selalu kita kedepankan dalam konteks Indonesia sebagai negara Pancasila adalah spirit toleransi,” kata Sukidi.

Menurut Sukidi, spirit toleransi itu artinya negara memberikan ruang penghormatan, apresiasi, dan ruang toleransi dalam tradisi Islam kepada umat Islam yang merayakan Idul Fitri hari ini. 

“Tugas negara adalah memberikan satu pelayanan yang adil dan setara kepada mereka yang akan merayakan Idul Fitri esok hari (hari ini) dengan khusyuk,” kata dia.

Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad

Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://www.nu.or.id/nasional/sudah-terjadi-berulangkali-perbedaan-idul-fitri-perlu-disikapi-biasa-saja-WNs2u

Author: Zant