Apa yang terjadi saat enam pemuda amatir dipaksa melakukan perampokan lukisan legendaris?
Piko (diperankan Iqbaal Ramadhan) adalah pelukis dan mahasiswa semester akhir. Demi menyambung hidup, dia bekerja memalsukan lukisan yang kemudian dipasarkan bersama sahabatnya, Ucup (diperankan Angga Yunanda).
Suatu hari, Piko mendapatkan tantangan untuk memalsukan lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro karya pelukis legendaris Raden Saleh. Tidak hanya memalsukan, Piko dan Ucup juga didesak oleh Mantan Presiden Permadi (diperankan Tio Pakusadewo) untuk menukar lukisan palsunya dengan lukisan asli yang hendak dipindahkan ke Istana Negara. Piko dan Ucup kemudian mengumpulkan tim. Bersama Sarah (Aghniny Haque), Tuktuk (Ari Irham), Gofar (Umay Shahab), dan Fella (Rachel Amanda), para amatir tersebut menjalankan misi pencurian lukisan Raden Saleh menggunakan strategi yang disediakan oleh Permadi.
Meski di atas kertas sudah rapi, nyatanya rencana Piko dkk gagal total. Percobaan pencurian tak berhasil. Tim terpecah belah. Masing-masing anggota mulai merasa terancam akibat diburu polisi. Di saat serba genting, Piko dan kawan-kawannya harus memutuskan, apakah akan melanjutkan tindakan kriminal mereka atau malah balik badan dan menceritakan konspirasi jahat mereka ke pihak berwajib.
“Mencuri Raden Saleh” adalah film produksi Visinema Pictures. Film ini mulai beredar tanggal 25 Agustus 2022. Angga Dwimas Sasongko duduk di kursi sutradara. Ide film ini mulai digagas sejak 2016. Menurut pengakuan Angga, kala itu dia sedang berkunjung di sebuah tempat di mana beberapa lukisan Raden Saleh minim penjagaan. “Kalau saya jahat, itu barang sudah lolos, kerja sama orang yang berada di balik tembok untuk mencuri lukisan itu. Dari situ saya terpikir, kenapa enggak dibikin film saja ya,” ujar Angga sebagaimana dikutip dari tempo.co.
Selain proses pengerjaannya yang tidak sebentar, biaya pembuatan film ini juga tidak murah. Sang sutradara menuturkan, biaya produksi “Mencuri Raden Saleh” menyentuh angka lebih dari Rp20 miliar! Ini adalah angka terbesar yang pernah dipakai Angga dalam sebuah produksi film.
Dengan budget sebesar itu jelas “Mencuri Raden Saleh” punya bekal yang kuat untuk menjadi film yang sukses. Jajaran pemerannya saja tidak main-main. Siapa tak kenal Iqbaal Ramadhan yang sebelumnya sukses besar memerankan karakter Dilan? Angga Yunanda yang tampan seringkali menghiasi film-film romansa tanah air. Aghniny Haque adalah pilihan utama casting director saat harus memilih aktris cantik dengan kemampuan action yang mumpuni. Rachel Amanda sedari kecil sudah malang melintang di industri hiburan Tanah Air. Ari Irham dan Umay Shahab yang tengah naik daun punya basis followers di angka jutaan. Semuanya ensemble cast!
Jajaran cast yang tidak main-main tadi berbanding lurus dengan story film yang kuat. Sangat jarang film Indonesia menyajikan tema heist atau perampokan. Adanya sering berkutat di horor, romansa, komedi, dan religi. Namun, Angga Sasongko berani untuk melawan arus. Perlawanan Angga tidak sia-sia. Cerita yang dia buat begitu solid dan mudah untuk dinikmati penonton Indonesia.
Latar belakang ceritanya kuat dan logis. Alasan kenapa Piko dkk melakukan pencurian terasa masuk akal, baik itu alasan dari tokoh Permadi ataupun dari masalah pribadi masing-masing pelaku pencurian. Selama film berlangsung, adegan demi adegan berhasil dirajut dengan pelan tapi meyakinkan. Hal ini membuat penonton nyaman menyaksikan meski durasi filmnya mencapai 2,5 jam.
Selayaknya tren film global saat ini, “Mencuri Raden Saleh” juga banyak menyimpan twist atau kejutan dalam cerita. Konflik cerita meruncing saat Piko dkk gagal melakukan aksi perampokan. Usut punya usut, ternyata kegagalan tersebut sudah direncanakan oleh Permadi. Piko dkk hanya diperlakukan seperti pion dalam bidak catur. Lukisan berhasil dimiliki Permadi, sementara Piko dkk menjadi buron dan diburu polisi. Itu salah satu twist saja. Masih banyak lagi twist lain, yang kalau diceritakan bakal mengganggu kenikmatan mereka yang belum menonton.
Tak Lepas dari Realitas
“Mencuri Raden Saleh” juga tidak terlepas dari intrik politik yang terasa realis. Masalah yang ditampilkan selayaknya masalah yang umum terjadi di Indonesia. Tokoh Permadi mengaku mengorbankan karier politiknya gara-gara anaknya bikin salah. Rama, anak Permadi, tipikal anak politisi yang hobi berfoya-foya dengan harta bapaknya.
Masih mengalami post power syndrome, Permadi ingin mencuri lukisan Raden Saleh dari Istana Negara. Dia kemudian memperalat Piko dkk untuk memenuhi ambisinya. Permadi bahkan mengancam akan mencelakai ayah Piko di penjara. Apa yang menimpa Piko seperti kebanyakan dialami oleh orang kecil di negeri ini, harus menerima nasib dikontrol dan dikuasai oleh mereka yang berkuasa.
“Permadi kira kita bocah ingusan yang bisa diketekin. Tapi kita kasih liat, kalau kita bisa ngelawan,” tutur Piko penuh emosi.
Apa yang menimpa Piko dkk adalah representasi dari konflik antargenerasi yang menimpa manusia sampai sekarang. Kalau di Indonesia, ada istilah bapakisme yang berarti praktik hubungan pemimpin dan bawahan yang meniru pola hubungan bapak dan anak. Bapakisme terkait erat dengan budaya patriarki dan paternalisme: orang harus menerima apa yang lelaki dewasa ucapkan, pikirkan, dan putuskan.
Bapakisme erat dengan gaya politik pemerintah Orde Baru, dengan supreme father atau bapak tertinggi adalah Presiden Soeharto. Bapak adalah pusat keluarga. Bapak berhak menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Akibatnya, anak akan terbatasi tindak tanduknya.
Yang dialami Piko mirip seperti yang menimpa sebagian masyarakat di masa Orde Baru. Demi menuruti keinginan Sang Supreme Father, apa saja bakal dilakukan, termasuk melakukan tindak kejahatan. Istilahnya ABS alias Asal Bapak Senang. Bila berani menolak, jangan harap keselamatan diri dan keluarga bakal aman-aman saja. Mirip betul dengan yang menimpa karakter Piko dalam film “Mencuri Raden Saleh”.
Strategi dalam Mendekati Generasi Z
“Kira-kira gimana ya seni rupa bisa menarik untuk Generasi Z sekarang?”, ujar Angga Sasongko dalam channel YouTube Helmy Yahya Bicara. Angga berbicara demikian lantaran dia juga berharap agar generasi sekarang bisa mengenal Raden Saleh sang maestro lukis Tanah Air.
Angga kemudian merangkul para ensemble cast yang mana merupakan idola remaja masa kini. Harapannya setelah menonton film “Mencuri Raden Saleh”, generasi sekarang akan tertarik untuk menelusuri siapa Raden Saleh itu beserta seniman-seniman lain yang disebut dalam film. “Untuk berbicara hal besar, kita harus tahu siapa tujuannya. Setelah tahu siapa yang kita tuju, ya kita pakai bahasa mereka, bukan pakai bahasa kita,” ujarnya.
Penulis setuju sepenuhnya dengan strategi yang dipilih Angga. Film, sebagai salah satu produk budaya massa, memiliki potensi yang besar sebagai media pengantar pesan. Film adalah media yang istimewa. Dia memiliki tampilan visual dan alunan audio. Dua hal tersebut memudahkan penonton untuk menikmati isi dari film tersebut. Tidak perlu memfokuskan mata selama berjam-jam seperti membaca buku. Tidak perlu juga mendengar dengan seksama sambil memaksa otak untuk berimajinasi seperti ketika mendengar radio. Penonton film cukup duduk manis dan menikmati tampilan audiovisual yang berada di depan mereka.
Kemudahan menikmati film membuatnya memiliki angka penikmat yang besar. Buku bisa dibilang hebat penjualannya bila melewati angka seribu. Sangat jauh dengan film, yang bila penontonnya di kisaran angka seratus ribu saja dibilang flop alias gagal.
Oleh karenanya, dalam rangka mengantarkan pesan melalui medium film, sineas perlu memutar otak agar pesan yang mau mereka sampaikan bisa sukses dinikmati penonton. Termasuk salah satu caranya adalah memetakan target penonton dan membuat konten sesuai dengan karakter mereka. Pendekatan inilah yang berusaha dilakukan oleh Angga Sasongko dalam film “Mencuri Raden Saleh”. Demi memperkenalkan maestro lukis tanah air, Angga membangun sebuah cerita fiksi kekinian dengan balutan pemeran yang digandrungi generasi muda saat ini.
Pada akhirnya, penulis merasa film “Mencuri Raden Saleh” adalah film yang solid dengan tema yang jarang dipilih. Keberanian Angga Sasongko dalam mengeskplorasi tema heist sangat layak untuk diapresiasi. Apalagi film ini punya jajaran cast yang keren dengan pendalaman karakter yang tidak main-main. Bagi penulis, “Mencuri Raden Saleh” mampu menjadi oase di tengah perfilman Indonesia yang (masih) begitu-begitu saja.
Muhammad Daniel Fahmi Rizal, komikus dan penikmat film, alumni Ilmu Susatra Universitas Indonesia
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/opini/sudut-sudut-menarik-film-mencuri-raden-saleh-Q72PQ