Suro Momentum Tingkatkan Kesalehan Sosial

Berbagai tradisi dilakukan oleh masyarakat Islam khususnya mayoritas etnis Jawa untuk merayakan Asyura, hari kesepuluh bulan Muharram. Kegiatan yang sudah turun menurun ini memiliki keanekaragaman dari tradisi yang bercorak keislaman.

Memperbanyak amalan di bulan Muharram bisa menjadi langkah baik di awal tahun dalam menetapkan niat untuk hidup yang lebih berbagi dan peduli sepanjang tahun. Di antara hal yang sangat dianjurkan adalah berbagi kebahagiaan dengan sesama, khususnya anak yatim dan fakir miskin. Berbagi menjadi anjuran penting dalam menumbuhkan komunitas masyarakat yang saling mendukung.

Bulan Muharram memiliki makna penting dalam kalender Islam, dan seringkali digunakan sebagai waktu untuk meningkatkan kesalehan sosial melalui berbagai kegiatan Islami. Banyak umat Muslim yang berpartisipasi dalam kegiatan sosial dengan memberikan bantuan berupa makanan, pakaian, atau uang kepada mereka yang membutuhkan.

Bulan ini menjadi momen yang tepat untuk meningkatkan aktivitas sedekah. Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an di surat Al-Baqarah (2:261): 

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ۝٢٦١

Artinya, “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.”

Jika menilik kitab Tafsir al-Jalalain, Imam Jalaluddin as-Suyuthi menyebut bahwa jalan Allah yang dimaksud adalah ketaatan kepada Allah. Sementara dalam kitab tafsir Mafatih al-Ghaib, Imam Fakhruddin ar-Razi menyebut bahwa jalan Allah yang dimaksud bisa jihad secara khusus, atau segala kebaikan, seperti kewajiban atau kesunnahan nafkah, sedekah, dan infak untuk kemaslahatan. Artinya, ayat di atas menunjukkan betapa berbagi harta, menebarkan kebaikan, menularkan kebahagiaan kepada sesama sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah swt dapat membuahkan kebaikan baru.

Sebab, orang yang menerima infak tersebut mendapatkan keberkahan untuk bisa hidup, bisa tetap bersekolah, ataupun mengaji di pesantren. Sementara bagi orang yang berinfaknya sendiri, Allah swt menegaskan akan melipatgandakan. Menurut Syekh Ibnu Asyur dalam at-Tahrir wat Tanwir, istilah kelpatan pada ayat tersebut menunjukkan banyaknya derajat dengan tidak ada yang mengetahui jumlahnya, kecuali Allah swt.

Dalam berbagai riwayat, Nabi Muhammad saw menekankan pentingnya membantu orang lain. Seperti yang disebutkan dalam hadits di bawah ini:

عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا، نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة. ومن يسر على معسر، يسر الله عليه في الدنيا والآخرة…” (رواه مسلم)

Artinya, “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang melapangkan satu kesulitan dunia dari seorang mukmin, maka Allah akan melapangkan darinya satu kesulitan di hari kiamat. Barangsiapa yang memudahkan urusan orang yang sedang kesulitan, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat…” (HR Muslim).”

Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita mengisi Muharram ini dengan melaksanakan amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam ini. Sebab, berbagi rezeki dan kebahagiaan tidak saja mengeratkan hubungan kita dengan Allah swt, tetapi juga menguatkan hubungan sosial kita. Sebab, ibadah tidak hanya dilakukan dalam rangka hubungan dengan Allah swt semata, tetapi hubungan sesama juga perlu dijalin sebagai manifestasi kesalehan sosial.


https://jateng.nu.or.id/keislaman/suro-momentum-tingkatkan-kesalehan-sosial-Ymr99

Author: Zant