Jakarta, NU Online
Di masyarakat berkembang dua istilah ketika laki-laki dan wanita memiliki hubungan spesial. Dua istilah tersebut adalah pacaran yang banyak orang mengharamkan dan ta’aruf yang banyak orang justru menyarankan.
Terkait dengan dua hal ini, Ustadz Riyad Ahmad mengingatkan masyarakat untuk tidak terjebak pada sebuah istilah. Pasalnya yang dihukumi bukanlah istilahnya. Jika istilah yang dipentingkan, maka menurutnya akan muncul alasan-alasan untuk pembenaran.
“Ada orang bilang ta’aruf saja. Tapi ternyata yang dita’arufi mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ngapain itu? Jadinya haram juga kan?” katanya dalam video yang diunggah kanal Youtube NU Online, Rabu (10/5/2023).
Ia mengatakan bahwa semakin seseorang itu dekat maka upaya setan itu semakin lembut. Peran hawa nafsu yang ditunggangi oleh setan pada hal-hal yang bernama taat itu sangat sulit deteksi.
“Kalau pada hal-hal yang bernama maksiat malah gampang dideteksi,” jelasnya.
“Untuk menggoda orang-orang yang tingkat keimanannya itu biasa-biasa saja, ahli maksiat, maka hanya dibutuhkan setan-setan tingkat teri. Sedangkan untuk menggoda orang-orang yang sudah mulai taat, maka menggodanya itu setan semakin tak terdeteksi,” ungkapnya.
Sehingga menurutnya bermunculanlah istilah-istilah yang terlihat sesuai syariat namun pada dasarnya merupakan hal yang sama. Hal yang terpenting menurutnya adalah adanya rambu-rambu atau garis-garis mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang.
Ia membuat istilah garis yang tak boleh dilakukan tersebut dengan singkatan KKNI yakni Khalwat (menyepi laki-laki dan perempuan), Khauful fitnah (takut adanya fitnah), Nadrul aurat (melihat aurat), Ikhtilat (pegang-pegangan).
“Mau istilahnya pacaran atau ta’aruf sebenarnya tidak penting yang terpenting adalah praktiknya,” tegasnya.
“Sekali lagi bukan masalah ta’aruf atau pacarannya tapi batas-batasnya yang diperhatikan,” imbuhnya.
Dalam artikel NU Online: Hukum dan Etika Pacaran dalam Islam, segala macam bentuk pacaran tidak dapat dibenarkan kecuali jika pacaran yang bermakna khitbah yang membolehkan seorang lelaki hanya memandang muka dan telapak tangan perempuan, tidak lebih. Artinya, tidak melebihi dari muka dan telapak tangan, tidak melebihi saat khitbah, dan juga tidak melebihi dari memandang itu sendiri.
Rasulullah saw juga mengajarkan perlunya perkenalan dan menganjurkannya walau dalam waktu yang singkat sebagaimana pengalaman Al-Mughirah bin Syu’bah ketika meminang seorang perempuan, maka Rasulullah berkomentar kepadanya: “Lihatlah dia (wanita itu), sesungguhnya melihat itu lebih pantas (dilakukan) untuk dijadikan lauknya cinta untuk kalian berdua”.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/nasional/ta-arufan-dan-pacaran-apa-bedanya-i86KN