Berikut ini adalah teks, terjemahan dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-‘Adiyat ayat 6:
اِنَّ الْاِنْسَانَ لِرَبِّهٖ لَكَنُوْدٌ ۚ
Innal-insāna lirabbihī lakanūd.
Artinya, “Sesungguhnya manusia itu sangatlah ingkar kepada Tuhannya.”
Ragam Tafsir Surat Al-‘Adiyat Ayat 6
Pada ayat yang telah lalu Allah bersumpah dengan kuda yang lari dengan para mujahidin di medan perang menuju musuh. Nah, ayat 6 adalah muqsam ‘alaih (subyek sumpahnya), atau disebut juga jawaban dari sumpah tersebut, yaitu tabiat manusia adalah kufur terhadap nikmat.
Makna insan dalam ayat diperselihihkan ulama. Apakah jenis insan yakni seluruh manusia tanpa terkecuali, atau yang dimaksud hanya orang kafir saja. Yang berpendapat jenis manusia beralasan sifat ini (kanud) adalah watak manusia pada umumnya dengan sebab yang berbeda-beda. Tidak ada yang selamat dari sifat ini kecuali orang-orang tertentu yang mendapat perlindungan dari Allah. Sedangkan yang berpendapat orang kafir yang dimaksud insan dalam ayat adalah Walid Ibn Mughirah.
Syekh Sayyid Thanthawi (wafat 2010 M) setelah menjelaskan kedua pendapat di atas kemudian mentarjih pendapat pertama:
والأولى أن يكون المراد به الجنس، ويدخل فيه الكافر دخولا أوليا
Artinya, “Pendapat yang paling utama adalah yang mengatakan maksud kata al-Insan adalah jenis manusia, dan dengan pendapat ini orang kafir secara lebih utama masuk di dalamnya.” (Muhammad Sayyid Thanthawi, Tafsirul Wasith, [Kairo, Dar Nahdlah: 1997 M], juz XV, halaman 484).
Terkait dengan makna al-kanud Imam Al-Qurthubi (wafat 671 H) menyebutkan banyak sekali pendapat. Berikut penulis ringkas dari Tafsir Al-Qurthubi menjadi 12 pendapat:
1. Ibnu Abbas berkata, lakanud yakni sangat kufur terhadap nikmat Allah. AI-Hasan pun berkata demikian. Dalam riwayat lain dari lbnu Abbas ia berkata, Al-Kanud menurut bahasa Kindah dan Hadhramaut adalah al-‘ashi, pelaku maksiat. Menurut bahasa Rabiah dan Midhr adalah al-kufr, dimana kufur menurut bahasa Kinanah adalah orang bakhil yang memiliki tabiat yang buruk. Muqatil pun mengatakan demikian.
2. Al-Hasan berkata,”Mengingat berbagai musibah dan melupakan berbagai nikmat.
3. Abu Umamah Al-Bahili meriwayatkan hadist:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (الْكَنُودُ، هُوَ الَّذِي يَأْكُلُ وَحْدَهُ، وَيَمْنَعُ رِفْدَهُ، وَيَضْرِبُ عَبْدَهُ
Artinya, “Rasulullah bersabda: “AI-Kanud adalah orang yang makan sendirian, yang menahan pemberiannya, dan yang memukul budaknya.”
4. Kemudian ada yang mengatakan bahwa ia adalah orang yang kufur terhadap nikmat yang sedikit dan tidak mensyukuri terhadap nikmat yang banyak.
5. Ada yang mengatakan yaitu orang yang mengingkari kebenaran.
6. Ada yang mengatakan dinamakan kindah atau kanud, karena ia tidak berterima kasih
kepada kedua orang tuanya.
7. Ada yang mengatakan al-kanud adalah orang yang memotong, seakan-akan ia memotong apa yang harus dicapainya dari sebuah kesyukuran.
8. Abu Bakar AI-Wasithi berkata: “Al-kanud adalah orang yang menafkahkan nikmat yang telah diberikan oleh Allah untuk berbuat maksiat kepada-Nya.”
9. Abu Bakar AI-Warraq berkata: “Al-Kanud adalah orang yang berpendapat bahwa nikmat itu berasal dari dirinya dan para penolongnya.”
10. At-Timidzi berkata: “Yang hanya melihat nikmat, tapi tidak melihat Allah yang memberi nikmat.”
11. Dzun Nun AI-Mishri berkata: “Yang berkeluh kesah lagi kikir. Al-kamud adalah orang yang jika ditimpa kesulitan ia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan ia amat kikir.”
12. Ada yang mengatakan, ia adalah orang yang selalu menyebarkan kebencian dan kedengkian.
Setelah menyebutkan begitu banyak pendapat kemudian Imam al-Qurthubi menyimpulkan:
قُلْتُ: هَذِهِ الْأَقْوَالُ كُلُّهَا تَرْجِعُ إِلَى مَعْنَى الْكُفْرَانِ وَالْجُحُودِ. وَقَدْ فَسَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعْنَى الْكَنُودِ بِخِصَالٍ مَذْمُومَةٍ، وَأَحْوَالٍ غَيْرِ مَحْمُودَةٍ، فَإِنْ صَحَّ فَهُوَ أَعْلَى مَا يقال، ولا يبقى لاحد معه مقال
Artinya, “Menurutku, semua perkataan ini kembali pada arti kekufuran dan pengingkaran. Nabi Muhammad saw telah menjelaskan makna al-kanud dengan perbuatan tercela dan keadaan yang tidak terpuji. Jika benar ada penjelasan dari Nabi saw, maka penjelasannya adalah pendapat yang tertinggi dan tidak tersisa satupun bersamanya pendapat lainnya.” (Syamsudin Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, [Mesir, Darul Kutubil Mishriyah: 1384 H/1964 M], juz XX, halaman 160-162).
Syekh Musthafa Al-Maraghi (wafat 1371 H) menjelaskan rahasia watak manusia itu seperti apa. Berikut selengkapnya:
وسر هذه الجبلّة- أن الإنسان يحصر همه فيما حضره، وينسى ماضيه، وما عسى أن يستقبله، فإذا أنعم الله عليه بنعمة غرته غفلته، وقسا قلبه، وامتلأ جفوة على عباده
Artinya, “Adapun rahasia watak manusia adalah sesungguhnya manusia itu hanya mementingkan apa yang ada di hadapannya saja, melalaikan apa yang telah terjadi dan yang akan datang. Bila Allah memberikannya nikmat, akalnya akan memperdayanya, hatinya menjadi keras dan ia dipenuhi sikap kasar kepada orang lain”. Ahmad bin Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, [Mesir: Matba’ah Musthafa al-Babil Halabi: 1365H/1946M], juz XXX, halaman 223).
Walhasil, sesuai tabiatnya, manusia pastilah mengufuri kenikmatan, sering mengingkarinya dan tidak mengakui hal yang mengharuskannya untuk bersyukur kepada Sang Pencipta Yang Maha Pemberi kenikmatan, serta tidak mau tunduk pada syari’at dan hukum-hukum-Nya. Kecuali, orang-orang yang bermujahadah (memerangi hawa nafsu), memikirkan dunia dan akhirat, sehingga ia menunaikan ibadah dan berperilaku baik, serta meninggalkan kemaksiatan dan perilaku buruk. (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz XXX, halaman 370). Wallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma’had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-adiyat-ayat-6-rahasia-watak-dasar-manusia-nbj9S