Berikut ini adalah teks, terjemahan, sababun nuzul dan kutipan tafsir sejumlah ulama atas surat Al-‘Alaq ayat 9-12:
اَرَاَيْتَ الَّذِيْ يَنْهٰىۙ (9) عَبْدًا اِذَا صَلّٰىۗ (10) اَرَاَيْتَ اِنْ كَانَ عَلَى الْهُدٰىٓۙ (11) اَوْ اَمَرَ بِالتَّقْوٰىۗ (12)
(9) Ara’aital-lażī yanhā. (10) ‘Abdan iżā ṣallā.(11) Ara’aita in kāna ‘alal-hudā. (12) Au amara bit-taqwā.
Artinya, “(9) Tahukah kamu tentang orang yang melarang, (10) seorang hamba ketika dia melaksanakan salat?. (11) Bagaimana pendapatmu kalau terbukti dia berada di dalam kebenaran, (12) atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?”
Sababu Nuzul Ayat 11
Syekh Nawawi Banten (wafat 1316 H) menyebutkan riwayat tentang Sabanun Nuzul ayat 11, berikut riwayat lengkapnya:
روى مسلم عن أبي هريرة قال: قال أبو جهل في ملأ من طغاة قريش: هل يعفر محمد وجهه بين أظهركم، فقالوا: نعم قال: واللات والعزى لئن رأيته يفعل ذلك لأطأن على رقبته ولأعفرن وجهه في التراب، قال: فأتى رسول الله صلّى الله عليه وسلّم وهو يصلي ليطأ على رقبته فنكص على عقبيه وهو يتقي بيديه فقالوا له: ما لك يا أبا الحكم، فقال: إن بيني وبينه لخندقا من نار وهولا وأجنحة فأنزل الله هذه الآية
Artinya: “Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata: “Abu Jahal bertanya kepada sekelompok orang yang melampaui batas dari golongan Qurayis: “Apakah Muhammad pernah meletakkah wajahnya ke tanah (bersujud) di hadapan kalian?” “Iya”, jawab mereka. Kemudian Abu Jahal berkata: “Demi Latta dan ‘Uzza jika aku melihatnya berbuat begitu akan kuinjak-injak lehernya dan kubenamkan mukanya ke dalam tanah”. Abu Hurairah melanjutkan perkataanya: “Kemudian Abu Jahal mendatangi Nabi saw yang sedang mengerjakan shalat untuk menginjak-injak lehernya, kemudian Abu Jahal kembali pada posisinya semula, ia takut dengan sesuatu yang ada di hadapannya.” Melihat hal tersebut mereka bertanya: “Apa yang terjadi padamu wahai Abal Hakam?”. Abu Jahal pun menjawab: “Sesungguhnya antara aku dan dia (Muhammad) terhalang parit dari api dan sesuatu yang menakutkan dan bersayap”. Kemudian Allah menurunkan ayat 11 ini. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl, [Surabaya, al-Hidayah], juz II, halaman 456).
Ragam Tafsir Surat Al-‘Alaq Ayat 9-12
Imam Al-Qurthubi (wafat 671 H) menerangkan ayat “ara’aital-lażī yanhā” , yang dimaksud adalah Abu Jahal. Sedangkan kata “abdan” adalah Muhammad saw. Sesungguhnya Abu Jahal berkata:
إِنْ رَأَيْتُ مُحَمَّدًا يُصَلِّي لَأَطَأَنَّ عَلَى عُنُقِهِ
Artinya, “Jika aku melihat Muhammad melaksanakan shalat sungguh akan aku lindas-lindas lehernya”.
Hadis ini diriwayatkan Abu Hurairah. Kemudian Allah menurunkan ayat ini karena keheranannya kepada Abu Jahal.
Lanjut Imam al-Qurthubi menjelaskan ayat 11 dan 12: “ara’aita in kāna ‘alal-hudā. (12) Au amara bit-taqwā”, yakni: “Tahukah kamu hai Abu Jahal jika Muhammad menetapi sifat ini, tidakkah orang yang melarangnya dari ketakwaan dan shalat akan binasa?” (Syamsudin al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, [Mesir, Darul Kutub al-Mishriyah: 1384 H/1964 M], juz XX, halaman 124).
Terkait kata “abdan” dalam ayat yang mengunakan bentuk plural Imam Al-Baidlawi (wafat 685 H) menjelaskan:
ولفظ العبد وتنكيره للمبالغة في تقبيح النهي والدلالة على كمال عبودية المنهي
Artinya, “Lafal “al-‘abd” dan bentuk nakirahnya adalah untuk melebih-lebihkan dalam mencela perbuatan pelarangan, serta untuk menunjukkan kesempurnaan ketaatan orang yang dilarang”. (Nasiruddin as-Syairazi al-Baidhawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, [Beirut, Darul Ihya’: 1418 H], juz V, halaman 326).
Imam Abu Hayyan (wafat 745 H) mengatakan: “Ibnu ‘Athiyah berkata: “Tidak berselisih satupun mufasir bahwa orang yang melarang dalam ayat adalah Abu Jahal. Sedangkan hamba yang sedang melaksanakan shalat adalah Muhammad Rasulullah.”
Dalam kitab al-Kasyf, al-Hasan berkata: “Dia adalah Umayyah bin Khalaf yang melarang Salman dari mengerjakan shalat.” At-Tabrizi berkata: “Yang dimaksud dengan shalat di sini adalah shalat Zuhur.” Ada ulama yang mengatakan shalat yang dilarang itu adalah shalat jamaah pertama kali yang dikerjakan dalam Islam. Kala itu Nabi saw bersama Abu Bakar, Ali, dan jamaah lain dari orang-orang yang pertama kali memeluk Islam atau as-sabiqunal awalun. (Abu Hayyan Muhammad Al-Andalusi, Al-Bahrul Muhit Fit Tafsir, [Bairut, Dar-Fikr: 1420 H] jus X halaman 508).
Syekh Mustafa al-Maraghi (wafat 1371 H) menafsirkan ayat: “ara’aital-lażī yanhā, ‘abdan iżā ṣallā”, yakni kabarkan kepadaku kelakuan orang bodoh ini, kelakuannya itu menakjubkan. Perbuatanya menjadikannya takabur, menantang dan melawan. Yakni dengan dia melarang seorang hamba melaksanakan shalat yang dia yakini kewajiban menaatinya. Sedangkan dia (Abu Jahal) bukan pencipta, bukan pula pemberi rezeki. Maka bagaimana bisa ia mendapatkan kesenangan dengan hal tersebut, yakni dangan dia memalingkan dari ketaatan kepada dzat yang menciptakan dan memberinya rezeki?
Syekh Mustafa Al-Maraghi melanjutkan penafsiranya tentang ayat: “ara’aita in kāna ‘alal-hudā, au amara bit-taqwā”. Yakni, kabarkan kepadaku keadaan orang yang zalim itu, jika dia (Muhammad) bertingkah laku dengan tingkah laku orang-orang baik, dia mengajak kebaikan dan ketakwaan. Bukankah itu lebih baik ketimbang mengufuri dan melarang menaati-Nya? Sebab demikian itu akan melewatkannya dari derajat yang luhur dan menjadikannya pada derajat yang lebih rendah.
Setelah menjelaskan sebagaimana di atas, kemudian Syekh al-Maraghi menyimpulkan penafsirannya sebagai berikut:
“Yang paling utama bagi Nabi saw adalah menetapi hidayah atau petunjuk-Nya, serta memberi petunjuk orang lain pada pekerti yang baik. Begitulah keadaan dan tugas utama Nabi. Adakalanya Nabi saw memperbaiki dirinya sendiri dengan shalat, puasa dan ibadah-ibadah lainnya, dan adakalanya Nabi saw memperbaiki orang lain dengan memerintahkan untuk bertakwa dan mengajak beribadah kepada Allah. Wallahu ‘alam. (Ahmad bin Musthafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, [Mesir: Matba’ah Musthafa al-Babil Halabi: 1365H/1946M], jus XXX, halaman 203-204).
Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma’had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.