Tafsir Surat Al-Bayyinah Ayat 5: Islam, antara Materialisme dan Spiritualisme

Berikut ini adalah teks, terjemahan dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Bayyinah ayat 5:
 

 

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

 

(5) Wa mā umirū illā liya’budullāha mukhliṣīna lahud-dīna ḥunafāa wa yuqīmuṣ-ṣalāta wa yutuz-zakāta wa żālika dīnul-qayyimah.
 

 

Artinya, “(5) Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”

 

Ragam Tafsir Surat Al-Bayyinah Ayat 5

Karena mereka Ahli kitab saling terpecah-belah, maka pada ayat ini Allah mengecam penyelewengan mereka dari esensi agama, yaitu ikhlas beribadah kepada Allah.

Syekh Wahbah Az-Zuhaili (wafat 2015) menafsirkan ayat ini: “Yakni, sesungguhnya mereka ahli kitab terpecah-belah dan saling berselisih, meskipun mereka baik di dalam Taurat, Injil ataupun Al-Qur’an yang datang dari sisi Allah tidak diperintahkan kecuali hanya untuk menyembah Allah dan beribadah murni kepada-Nya dengan tidak menyekutukan-Nya pada apapun. Yakni, orang-orang yang condong kepada agama Islam jauh dari seluruh agama lainnya, melaksanakan shalat dengan cara yang dikehandaki-Nya dan dikerjakan pada waktu-waktunya, memberikan zakat kepada yang berhak menerimanya dengan penuh kerelaan hati saat telah datang waktunya. Inilah ajaran yang mereka diperintahkan untuknya dan diminta untuk bersatu dan bersepakat tanpa ada perpecahan dan perselisihan. Nabi Muhammad saw tidak diperintahan kecuali seperti rasul-rasul terdahulu diperintahkan. Metode (manhaj) Nabi Muhammad adalah mengikuti agama Nabi Ibrahim as yang memiliki kecenderungan pada ketauhidan dan kemurnian (ikhlas) dalam ibadah. Bukan pada pagamisme pada zamannya. (Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz XXX, halaman 344).
 

 

Imam Al-Qurthubi  dalam tafsirnya menjelaskan kata (حنفاء ) dengan makna:
 

 

أَيْ مَائِلِينَ عَنِ الْأَدْيَانِ كُلِّهَا، إِلَى دِينِ الْإِسْلَام

Artinya, “Yakni, orang-orang yang condong dari agama-agama, seluruhnya, pada agama Islam.”
 

 

Semakna dengan Imam Al-Qurthubi, Imam Jalaluddin Al-Mahali dalam Tafsir Jalalain menafsirkan:
 

 

اي مُسْتَقِيمِينَ عَلَى دِين إِبْرَاهِيم

 

Artinya, “Yakni, orang-orang lurus yang menetapi agama Nabi Ibrahim as.”

 

Sedangkan Syekh Nawawi Banten dalam Tafsir Marah Labid  berkata:
 

 

أي مائلين عن جميع العقائد الزائغة إلى الإسلام

 

Artinya, “Orang-orang yang condong dari segala akidah yang menyimpang.”
 

 

Dari ketiga penafsiran di atas setidaknya dapat disimpulkan bahwa ulama dalam menafsirkan kata (حُنَفاءَ) tidak jauh berbeda.

 

Namun, Prof M. Quraish Shihab mempunyai pandangan berbeda tentang penjelasan kata (حنفاء). menurut beliau agama Islam posisinya di tengah-tengah antara materialisme dan spiritualisme. Berikut selengkapnya:
 

 

“Kata ( حنفآء) hunafa’  adalah bentuk jamak dari kata (حنيف ) hanif, yang biasa diartikan lurus atau condong pada sesuatu. Kata ini pada mulanya digunakan untuk menggambarkan telapak kaki dan kemiringannya pada telapak pasangannya. Yang kanan condong ke arah kiri, dan yang kiri
condong ke arah kanan. Ini menjadikan manusia dapat berjalan dengan lurus. Kelurusan itu menjadikan si pejalan tidak mencong ke kiri, tidak pula ke kanan. Dari sini seseorang yang berjalan lurus atau bersikap lurus tidak condong ke arah kanan atau kiri dan dinamai hanif.  Ajaran Islam adalah ajaran yang berada dalam posisi tengah, tidak cenderung kepada
materialisme yang mengabaikan hal-hal yang bersifat spiritual, tetapi tidak juga kepada spiritualisme murni yang mengabaikan hal-hal yang bersifat material.” (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Lentera Hati, Cilandak Timur Jakarta: 2005], volume 15, halaman 446).

 

Terakhir, Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini merupakan dalil wajibnya niat dalam ibadah:
 

هَذَا دَلِيلٌ عَلَى وُجُوبِ النِّيَّةِ فِي الْعِبَادَاتِ فَإِنَّ الْإِخْلَاصَ مِنْ عَمَلِ الْقَلْبِ وَهُوَ الَّذِي يُرَادُ بِهِ وَجْهُ اللَّهِ تَعَالَى لَا غَيْرِهِ

 

Artinya, “Dalam firman Allah (مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ) menunjukan atas wajibnya niat dalam ibadah, karena sesungguhnya ikhlas itu termasuk pekerjaan , yakni sesuatu yang dikehendakinya adalah dzat Allah bukan selain-Nya. (Syamsudin Al-Qurthubi, Tafsirul Qurthubi, [Mesir, Darul Kutub al-Mishriyah: 1384 H/1964 M], juz XX, halaman 144). Wallahu a’lam.

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma’had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-bayyinah-ayat-5-islam-antara-materialisme-dan-spiritualisme-fujwz

Author: Zant