Teliti Perkawinan Muslim Tengger, Pengurus LTMNU Ini Raih Gelar Doktor

Pasuruan, NU Online Jatim

Pengurus Cabang (PC) Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Kabupaten Pasuruan, Bakhrul Ulum berhasil meraih gelar Doktor. Hal itu usai mempertahankan disertasinya yang mengulas hukum perkawinan Muslim Tengger. Sidang dipusatkan di Ruang 1 Lantai III Gedung Twin Tower Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Kamis (12/01/2023).

Pada sidang promosi doktor Program Studi Hukum Islam itu, ia mengangkat judul “Interlegalitas Hukum Perkawinan Masyarakat Muslim Tengger”. Riset itu dilakukan di desa-desa komunitas Suku Tengger di Kabupaten Pasuruan, yaitu di Kecamatan Tosari, Kecamatan Tutur, dan Kecamatan Puspo.

“Penelitian ini melihat pluralisme hukum di Indonesia yang berhubungan dengan interlegalitas perkawinan masyarakat Muslim di Tengger. Dengan memahami keragaman hukum, praktik, proses, dan kekuasaan, sebagai fenomena yang dialami individu atau komunitas,” ujarnya kepada NU Online Jatim, Kamis (12/1/2023).

Dirinya menjelaskan, adanya pluralisme hukum perkawinan pada masyarakat Tengger merujuk pada eksistensi beberapa sistem hukum yang diakui dan dihormati oleh masyarakat Tengger. Yakni, hukum adat, hukum agama, dan hukum negara.

“Praktek Walagara merupakan bukti berlakunya hukum adat yang merupakan warisan nenek moyang yang terus dilestarikan masyarakat Tengger hingga kini. Di samping hukum adat, masyarakat Tengger juga menghormati hukum agama yang dianut oleh pasangan yang menikah. Demikian juga hukum negara, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,” tegasnya.

Pria yang juga Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Pasuruan itu menyebutkan, masyarakat Tengger sangat menerima hukum Islam dan hukum negara sebagai bagian dari keniscayaan.

“Sehingga berdampak kepada interlegalitas hukum negara, hukum Islam, dan hukum adat yang saling berinteraksi, melengkapi, membaur, dan negosiasi,” ucap mantan aktivis Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Kecamatan Rejoso itu.

Disebutkan, realitas praktik perkawinan masyarakat Muslim Tengger menjadi fakta atas pluralisme hukum karena respons kiai lokal, dukun pandhitan, dan pemerintah menghendaki proses perkawinan tersebut tanpa harus dipertentangkan.

“Semua pihak menghendaki proses perkawinan tersebut tanpa harus dipertentangkan, melainkan pemeliharaan interlegalitas, kearifan lokal, dan pluralisme hukum,” pungkasnya.


https://jatim.nu.or.id/tapal-kuda/teliti-perkawinan-muslim-tengger-pengurus-ltmnu-ini-raih-gelar-doktor-9Tulu

Author: Zant