Semarang, NU Online Jateng
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Musthofa Arif mengungkapkan, gerakan perempuan di masyarakat sejatinya bukan hal baru dalam Islam.
“Peran para Bu Nyai (istilah sebutan bagi istri kiai, red) dan Ning (istilah sebutan untuk putri kiai, red) hingga istri Rasullah merupakan fakta sejarah yang menunjukkan perempuan bukan hanya berperan di wilayah lingkup dalam rumah,” ujarnya.
Hal itu disampaikan Kiai Zulfa saat memberikan sambutan pembukaan Silaturahim Nasional (Silatnas) III Bu Nyai Nusantara di hotel Patra Jasa, Kota Semarang, Senin (7/11/2022).
Gus Zulfa sapaan KH. Zulfa Musthofa Arif menjelaskan, peran bu nyai di nusantara jauh sebelum lahirnya Indonesia dengan menyebut Mesir dan Afrika yang bangga dengan seorang ahli tafsir. Namun di bumi Nusantara swjal abad 19 sudah lahir ulama perempuan yang melahirkan ulama besar.
Dirinya menemukan ketika menulis kitab tentang jarongan sanad ulama Nusantara yang mana dalam biografi Syekh Nawawi Al-Bantani pernah belajar dari seorang bu nyai. Ia menyebut hal itu sebagai tradisi keilmuan yang mana putri Syekh Abdussad Al-Falembangi yang bernama Nyai Fatimah menjadi guru Syekh Nawawi Al-Bantani.
“Syaikh Nawawi mendapatkam sanad langsung dari Syekh Abdussomad Al-Falembangi dan juga berguru dengan putrinya yang bernama Nyai Fatimah,” bebernya.
Selain itu, Gus Zulfa juga menyebut Syekh Sholeh Darat (Mbah Sholeh Darat) yang membuat tafsir Al-Qur’an bahasa Jawa karena permintaan seorang perempuan yang memiliki pengaruh kuat dalam membentuk peradaban belajar, yakni Raden Ajeng (RA) Kartini.
“Selain RA Kartini dan Nyai Fatimah, ada pula salah satu santri Syekh Nawawi Al-Bantani yakni Nyai Arnah dari Cimanuk, Pandeglang, Jawa Barat yang mengajarkan tafsir Al-Qur’an,” terangnya.
Sementara lanjutnya, dari Bandung ada Nyai Maryam yang membuka semacam pesantren kecil di Makkah dengan santri laki-laki. “Jadi sudah ada dulu ulama perempuan. Jadi santri-santri Jawa itu kalau datang ke Makkah, ngajinya sama Nyai Maryam dan Nyai Arnah,” terangnya.
Disampaikan, sejak Indonesia belum lahir peran ulama perempuan sudah ada di bumi Nusantara. “Jadi kalau sekarang Bu Nyai Nusantara mengadakan Silatnas, Ini bukan hal yang baru,” tegasnya.
Wakil Gubernur Jawa Tengah KH Taj Yasin Maimoen menyebut, berkumpulnya para bu nyai sebagai sebuah energi positif. “Apalagi di saat ini tantangan sudah tidak lagi yang diandalkan para kiai,” ujar Gus Yasin, sapaan akrabnya.
Gus Yasin juga mengingatkan untuk kembali pada era Rasullah Muhammad SAW yang dalam berdakwah mendapatkan dukungan istri. Peran istri Nabi Muhammad SAW, kata putra Al-maghfurlah KH Maimoen Zubair tidak hanya dengan memberikan semangat, lebih dari itu juga mendukung secara materi.
Pada kesempatan tersebut, Gus Yasin pun mengungkapkan hal unik dalam Car Free Day di Kota Semarang, yakni para remaja masjid Baiturrahman yang membuka lapak pertanyaan seputar hukum syariah. Masyarakat pun antusias hingga rela mengantri. Ia pun tertarik untuk bertanya kepada salah satu orang yang mengantri.
“Jawaban salah satu orang yang saya temui sangat menarik. Kalau saya datang ke kiai, siapa saya?, cara datang ke kiai bagaimana?,” ungkapnya menirukan.
Sejalan dengan hal itu, Gus Yasin pun menyebut peran Bu Nyai di pesantren dan masyarakat yang tanpa disadari sebenarnya cukup banyak. Berdasarkan data pesantren yang ia terima dari KH Abdul Ghofar Rozin tentang peningkatan jumlah santri putri yang mencapai 60%. Menurut Gus Yasin, itu karena peran bu nyai dan ning.
“Saya yakin orang-orang datang ke pesantren karena kedekatan dengan bu nyai sehingga pesantren putri jumlahnya meningkat,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat
https://jateng.nu.or.id/nasional/waketum-pbnu-peran-perempuan-bukan-hal-baru-mz0Jm