Jakarta, NU Online
Dukun atau paranormal dikenal sebagai orang yang mampu menebak keadaan di luar nalar manusia biasa. Begitu pun dengan wali yang dapat membaca sebuah kejadian yang merupakan rahasia ilahi. Lalu, apa perbedaan dukun dan wali?
Habib Muhammad bin Farid al-Muthohar menjelaskan bahwa perbedaan kelebihan wali yang dapat menebak atau wali kasyaf dengan dukun atau peramal yang ramalannya kebetulan benar.
“Kalau wali buka ramalan karena mereka memang diberi kemampuan dan ilmu gaib oleh Allah swt, diberitahu rahasia-Nya. Maka mereka dinamakan ahlussir atau orang yang mengetahui rahasia Allah, tinggal tingkatan mereka yang berbeda-beda,” paparnya dalam tayangan YouTube NU Online berjudul Perbedaan Dukun dengan Wali Kasyaf, Rabu (31/8/2022).
Habib Muthohar menambahkan, misalnya ada wali yang mengetahui kapan meninggal dunia. Ada juga wali yang bisa melihat sifat dan hati manusia sehingga sampai tidak berani keluar rumah. Wali tersebut mampu melihat hakikatnya secara langsung karena diberitahu oleh Allah.
“Allah swt tidak akan menampakkan sesuatu yang gaib kepada siapa pun kecuali yang Allah ridai dari utusan-Nya atau pun pewaris utusan-Nya,” jelas Habib Muthohar.
Ia menuturkan perbedaan keramat dan sihir adalah jika kelebihan tersebut dapat merobek kebiasaan atau di luar nalar yang kalau di tangan orang shaleh namanya keramat, dan jika di tangan orang tidak shaleh namanya sihir.
“Shaleh yakni orang yang menjalankan hak-hak Allah dan hak-hak makhluk-Nya. Sama halnya dengan nabi yang diberikan mukjizat sebagai penguat maka para wali diberikan karomah (keramat) untuk penguat,” ujarnya.
Habib Muthohar menyebutkan bahwa sihir atau istidraj (kebetulan) bisa saja terjadi bagi orang yang tidak shaleh. Misalnya perbedaan Syekh Abdul Qadir al-Jaelani dengan Dajjal. Keduanya sama-sama bisa menghidupkan orang mati.
“Jika Syekh Abdul Qadir punya karomah bisa menghidupkan orang mati yang berada di dalam kubur atas izin Allah swt, maka Dajjal namanya istidraj karena dapat menghidupkan orang yang mati jika muncul nanti,” paparnya.
Begitu pula kasyaf atau menebak dengan kepastian karena mereka mengetahui hal yang ghaib. Oleh karena itu, sampai sekarang kita dianjurkan untuk berwudhu jika hendak bertemu dengan wali.
“Kemudian berdoa ‘Ya Allah tutuplah aib kami dengan penutupmu yang indah’. Sehingga tidak banyak aib yang diketahui wali tersebut,” ungkap Habib Muthohar.
“Bukannya kita menutup-nutupi dari wali tersebut, padahal Allah swt Maha Tahu walaupun kita wudhu sampai 1000 kali. Namun, kita malu dengan wali tersebut. Adabnya seperti itu,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.