أمِنْ تذَكُّرِ جيرانٍ بذي سلمِ
مزجتَ دمعاً جرى من مقلة ٍ بدمِ
أمْ هبَّتِ الريحُ من تلقاءِ كاظمة ٍ
وأوْمَضَ البَرْقُ في الظلْماءِ مِنْ إضَمِ
فما لعينيكَ إن قلتَ اكففا هَمَتا
ومَا لِقَلْبِك إنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِمِ
أَيَحْسَبُ الصَّبُّ أنَّ الحُبَّ مُنْكتِمٌ
ما بَيْنَ مُنْسَجِم منهُ ومضطَرِمِ
لولاَ الهَوَى لَمْ تُرِقْ دَمْعاً عَلَى طَلَلٍ
ولا أرقتَ لذكرِ البانِ والعَلم ِ
فكيفَ تُنْكِرُ حُبَّا بعدَ ما شَهِدَتْ
بهِ عليكَ عدولُ الدَّمْعِ والسَّقَم
Apakah karena rindu
pada tetangga di kampung Dzi Salam
Air bening menetes satu-satu
Dari sudut matamu
Bercampur darah
Ataukah karena semilir angin
yang berembus dari Kazhimah
Dan kilatan cahaya
Pada pekat malam
Apakah kekasih mengira
Api cinta yang membara di dada
Dapat dipadamkan oleh air mata?
Andai bukan karena cinta
Puing-puing tak mungkin basah air mata
Andai bukan karena cinta
Matamu tak mungkin jaga sepanjang malam
Membayangkan keindahan gunung gemunung
Dan semerbak wangi pohon kesturi
Dan tinggi semampai pohon pinus
Mana mungkin kau ingkari cintamu
Padahal ada saksi menyertaimu
KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU
https://jabar.nu.or.id/kuluwung/burdah-rindu-al-mushtafa-Vqgd2