Meneladani Akhlak Nabi Muhammad Saw

Bandung, NU Online Jabar
Rasulullah Muhammad Saw, merupakan nabi terakhir utusan Allah untuk umat manusia, banyak teladan yang dapat diambil dari sifat dan akhlaknya yang agung. Al-Qur’an mengakui secara tegas bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki akhlak yang sangat agung. Bahkan dapat dikatakan bahwa pertimbangan pengangkatan beliau sebagai Nabi adalah keluhuran budi pekertinya. 

 

Muhammad Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an (2000) menjelaskan, ada beberapa sifat Nabi Muhammad yang ditekankan oleh Al-Quran, antara lain:

 

 لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ 

 

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu (umat manusia), serta sangat menginginkan kebaikan untuk kamu semua, lagi amat tinggi belas kasihannya serta penyayang  terhadap  orang-orang mukmin.” (QS Al-Taubah [9]: 128). 

 

Begitu besar perhatian Nabi Muhammad kepada umat manusia, sehingga hampir-hampir saja ia mencelakakan diri demi mengajak mereka beriman (baca QS Syu’ara [26]: 3). Begitu luas rahmat dan kasih sayang yang dibawanya, sehingga menyentuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk tak bernyawa.

 

 لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ أَلَّا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ 

 

Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” (QS  Syu’ara  [26]:  3) 

 

Sebelum Eropa memperkenalkan organisasi pencinta binatang, Nabi Muhammad telah mengajarkan, “Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang-binatang, kendarailah dan makanlah dengan baik.” 

 

“Seorang wanita terjerumus ke dalam neraka karena seekor kucing yang dikurungnya.” “Seorang wanita yang bergelimang dosa diampuni Tuhan karena memberi minum seekor anjing yang kehausan.”

“Seorang wanita yang bergelimang dosa diampuni Tuhan karena memberi minum seekor anjing yang kehausan.” 

 

Rahmat dan kasih sayang yang dicurahkannya sampai pula pada benda-benda tak bernyawa. Susu, gelas, cermin, tikar, perisai, pedang, dan sebagainya, semuanya beliau beri nama, seakan-akan benda-benda tak bernyawa itu mempunyai kepribadian yang membutuhkan uluran tangan, rahmat, kasih sayang, dan persahabatan. 
 

Diakui bahwa Nabi Muhammad diperintahkan Allah untuk menegaskan bahwa,

 

 قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا 

 

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS Al-Kahf [18]: 110) 

 

Beliau adalah manusia seperti manusia yang lain dalam naluri, fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan Tuhan dan kedudukan istimewa di sisi-Nya, sedang yang lain tidak demikian. 

 

Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. Dalam bahasa tafsir Al-Quran, “Yang sama dengan manusia lain adalah basyariyah bukan pada insaniyah.” Perhatikan bunyi firman tadi: basyarun mitslukum bukan insan mitslukum. 

 

Atas dasar sifat-sifat yang agung dan menyeluruh itu, Allah menjadikan beliau sebagai teladan yang baik sekaligus sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan).

 

 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا 

 

Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi yang  mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari kemudian dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab [33]: 2l). 

 

Keteladanan tersebut dapat dilakukan oleh setiap manusia, karena beliau telah memiliki segala sifat terpuji yang dapat dimiliki oleh manusia 

 

Dalam konteks ini, Abbas Al-Aqqad, seorang  pakar Muslim kontemporer menguraikan bahwa manusia dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe: seniman, pemikir, pekerja, dan yang tekun beribadah. 

 

Sejarah hidup Nabi Muhammad membuktikan bahwa beliau menghimpun dan mencapai puncak keempat macam manusia tersebut. 

 

Karya-karyanya, ibadahnya, seni bahasa yang dikuasainya, serta pemikiran-pemikirannya sungguh mengagumkan setiap orang yang bersikap objektif. Karena itu pula seorang Muslim akan kagum berganda kepada beliau, sekali pada saat memandangnya melalui kacamata ilmu dan kemanusiaan, dan kedua kali pada saat memandangnya dengan kacamata iman dan agama. 

 

Banyak fungsi yang ditetapkan Allah bagi Nabi Muhammad antara lain sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan) (QS Al-Fath [48]: 8), yang pada akhirnya bermuara pada penyebarluasan rahmat bagi alam semesta. 

 

Di sini fungsi beliau sebagai syahid/syahid akan dijelaskan agak mendalam. “Demikian itulah Kami jadikan kamu umat pertengahan, agar kamu menjadi saksi terhadap manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi terhadap kamu …” (QS Al-Baqarah [2]: 143) 

 

Kata syahid/syahid antara lain berarti “menyaksikan,” baik dengan pandangan mata maupun dengan pandangan hati (pengetahuan). Ayat itu menjelaskan keberadaan umat Islam pada posisi tengah, agar mereka tidak hanyut pada pengaruh kebendaan, tidak pula mengantarkannya membubung tinggi ke alam ruhani sehingga tidak berpijak lagi di bumi.  

 

Mereka berada di antara keduanya (posisi tengah), sehingga mereka dapat menjadi saksi dalam arti patron/teladan dan skala kebenaran bagi umat-umat yang lain, sedangkan Rasulullah yang juga berkedudukan sebagai syahid (saksi) adalah patron dan teladan bagi umat Islam.   

 

Kendati ada juga yang berpendapat bahwa kata tersebut berarti bahwa Nabi Muhammad akan menjadi saksi di hari kemudian terhadap umatnya dan umat-umat terdahulu, seperti bunyi firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Nisa’ (4): 41:

 

 فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا 

 

Maka bagaimanakah halnya orang-orang kafir nanti apabila Kami menghadirkan seorang saksi dari tiap-tiap umat dan Kami hadirkan pula engkau (hai Muhammad) sebagai saksi atas mereka.” (QS Al-Nisa, [4]: 41). 

 

Tingkat syahadat (persaksian) hanya diraih oleh mereka yang menelusuri jalan lurus (shirath al-mustaqim), sehingga mereka mampu menyaksikan yang tersirat di balik yang tersurat. Mereka yang menurut Ibnu Sina disebut “orang yang  arif,” mampu memandang rahasia Tuhan yang terbentang melalui qudrat-Nya. Tokoh dari segala saksi adalah Rasulullah SAW. Yang secara tegas di dalam ayat ini dinyatakan “diutus untuk menjadi syahid (saksi).”

 

Editor: Abdul Manap
Sumber: NU Online

https://jabar.nu.or.id/hikmah/meneladani-akhlak-nabi-muhammad-saw-5WYyb

Author: Zant