Mengemis Online dalam Kajian Islam

Dunia digital telah lama bergeser ke arah ekonomi pertunjukan. Ada cuan yang ingin diraup oleh para content creator dengan menyajikan sejumlah tayangan yang menarik minat peselancar dunia maya yang rela memberikan hadiah (gift) kepada mereka. Dalam konteks ini, Tiktok adalah salah satu pioneer platform dari ekonomi pertunjukan ini.
 

Dalam perkembangannya isi yang ditampilkan oleh para content creator ini ternyata mengarah pada eksploitasi manusia. Belakangan gempar diberitakan mengenai konten mengemis online. Seorang wanita tua diminta untuk mandi lumpur secara live streaming oleh seorang kreator konten. 
 

Berbekal video ini,  pihak pembuat konten meraup pundi-pundi cuan. Hasilnya, bahkan ia bisa membeli mobil mewah, sepeda mewah, dan semisalnya.
 

Nah, bagaimana Islam memandang aktifitas tersebut? 
 

Mengemis adalah tindakan meminta-minta kepada orang lain dengan harapan mendapat bantuan karena belas kasihan. Pada hakikatnya, tindakan meminta bantuan orang lain sebenarnya adalah boleh seiring perintah Allah swt untuk tolong-menolong dalam perbuatan kebajikan dan taqwa. 
 

فَمَنِ ٱضْطُرَّ فِى مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
 

Artinya, “Maka barangsiapa yang terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Maidah: 3). 
 

Namun tidak boleh lupa, perintah ini juga disertai larangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa, permusuhan, dan melampaui batas, wa laa ta’aawanuu ‘alal itsmi wal ’udwaan.
 

Sebagaimana diketahui, mengeksploitasi manusia untuk meminta-minta adalah bagian dari tindakan melampaui batas yang dilarang Islam. Apalagi bila tindakan itu kemudian dijadikan kerjaan​​​​​​ guna meraup cuan. 

 

وقَوْلُهُ: وَلَا تَعاوَنُوا عَلى الإثْمِ والعُدْوانِ [المائدة: ٢] يَعْنِي: وَلَا يُعِنْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا عَلى الإثْمِ، يَعْنِي: عَلى تَرْكَ ما أمَرَكُمُ اللَّهُ بِفِعْلِهِ، وَالعُدْوانِ.  يَقُولُ: ولا عَلى أنْ تَتَجاوَزُوا ما حَدِّ اللَّهِ لَكُمْ فِي دِينِكُمْ، وفَرَضَ لَكُمْ فِي أنْفُسِكُمْ وفِي غَيْرِكُمْ

 

Artinya, “Firman Allah: “Jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan melampaui batas.” Allah menghendaki dari ayat ini agar janganlah kalian tolong-menolong melakukan perbuatan dosa dalam bentuk meninggalkan menjalankan perintah Allah swt. Al-’Udwan, Allah menghendaki dari lafal ini agar jangan melampaui batas-batas yang sudah ditetapkan Allah untuk kalian lewat agama kalian, dan telah Allah wajibkan untuk kalian dan orang selain kalian.”
 

Dalam hadits dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad saw bersabda:
 

ما يَزالُ الرَّجُلُ يَسْألُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ القِيامَةِ لَيْسَ فِي وجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
 

Artinya: “Seorang laki-laki yang tiada henti-henti mengemis kepada manusia kelak akan datang di Hari Kiamat dalam kondisi tiada sekerat daging di wajahnya.” (HR Al-Bukhari, tertuang dalam karya Zainuddin Az-Zabid, At-Tajridus Sharih li Ahaditsil Jami’is Shahih, juz I, halaman 218). 
 

Lihat, betapa kerasnya peringatan dari Nabi Muhammad saw tersebut.
 

Ddalam hadits lain dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
 

من سأل الناس أموالهم تكثرًا فإنما يسأل جمرًا فليستقل أو ليستكثر رواه مسلم

 

Artinya, “Barangsiapa berlebih-lebihan dalam meminta-minta harta dari orang lain, maka sesungguhnya ia ibarat meminta-minta bara api. Maka dari itu, hendaknya ia menyedikitkan atau sebaliknya nekat berlebih-lebihan.” (HR Muslim).

 

Harta yang diperoleh dari hasil meminta-minta, diibaratkan oleh Nabi saw selayaknya bara api. Tentu pengibaratan ini bukan sesuatu yang bersifat kebetulan, melainkan mengandung pengertian celaan.
 

Imam An-Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) memberikan syarah terhadap hadits di atas dengan mengutip pernyataan Imam Al-Qadhi Abut Thayyib, sebagai berikut: 
 

قالَ القاضِي مَعْناهُ أنَّهُ يُعاقَبُ بِالنّارِ ويَحْتَمِلُ أنْ يَكُونَ عَلى ظاهِرِهِ وأنَّ الَّذِي يَأْخُذُهُ يَصِيرُ جَمْرًا يُكْوى بِهِ كَما ثَبَتَ فِي مانِعِ الزَّكاةِ

 

Artinya: “Imam Al-Qadhi menjelaskan makna hadits ini bahwa orang tersebut akan disiksa dengan api dan bara api ditaruh di punggungnya, dan segala apa yang dipintanya dengan jalan meminta-minta kelak akan berubah menjadi api yang disetrikakan kepadanya, sebagaimana hal ini juga berlaku atas orang yang menahan zakat.” (Abu Zakariya Muhyiddin Yahya ibn Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim ibnul Hajjaj, [Beirut, Darut Turats Al-Arabi: 1392 H], juz VII, halaman 132).

 

Mengemis online adalah bagian dari dekadensi moral. Tindakan itu dapat menjadikan pelakunya menjadi kecanduan sehingga malas untuk bekerja dan berusaha. Dianggapnya penghasilan membikin konten yang demikian adalah berpahala dan penghasilannya adalah halal. Padahal tindakan itu sangat dicela oleh Islam sehingga sangat berisiko terhadap kehalalan penghasilannya. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Muhammad Syamsudin, Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, Gresik; Peneliti Bidang Ekonomi Syariah di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://islam.nu.or.id/syariah/mengemis-online-dalam-kajian-islam-AQswq

Author: Zant