Mengenang Kiai Wahid Hasyim, Putra Pendiri NU Pejuang Kemerdekaan Indonesia

Tepat pada tanggal 19 April 1953 KH Abdul Wahid Hasyim wafat. Ia menghembuskan nafas terakhir setelah mengalami kecelakaan mobil di Cimahi saat hendak menghadiri pertemuan Partai NU se-Karesidenan Priangan.

 

Kiai Wahid merupakan putra dari pendiri Nahdlatul Ulama yakni Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Ia lahir di Jombang pada tanggal 1 Juni 1914. 

 

Saat masih kecil, Wahid Hasyim dibawa oleh ibunya Nyai Nafiqoh ke Bangkalan untuk menemui Syaichona Cholil yang merupakan guru dari ayahandanya. Nyai Nafiqoh didampingi seseorang bernama Mbah Abu pergi ke Bangkalan dipenuhi dengan rintangan, namun mereka bisa melaluinya.

 

Sesampainya di kediaman Syaichona Cholil, mereka tidak diperintahkan masuk ke rumahnya juga tidak boleh pergi dari rumahnya. Hujan mengguyur lebat. Ibunda Kiai Wahid Hasyim tidak bergeser dari rumahnya. Hujan pun semakin lebat, Nyai Nafiqoh menaruh bayinya di teras rumah sembari membaca ‘lailaha anta, ya hayyu ya qayyum

 

Pemilik rumah pun menyambangi Nyai Nafiqoh dan mengatakan bayi yang dibawanya tidak diizinkan untuk ditaruh di teras rumah miliknya. Ia menyuruh Nyai Nafiqoh untuk kembali ke halaman rumahnya di tengah guyuran hujan. Ibunda Kiai Wahid Hasyim tidak membantahnya. Dirinya mengikuti apa yang diperintahkan.

 

Kejadian itu dipercaya oleh warga NU sebagai pertanda bahwa Kiai Wahid Hasyim akan menjadi ‘orang besar’ artinya orang yang berpengaruh di Indonesia.

 

Beranjak dewasa, Kiai Wahid Hasyim terjun ke dunia politik, dirinya sangat menonjol, terutama dalam penentuan pondasi dan bentuk negara ini. Kiai Wahid Hasyim menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang merumuskan rancangan dasar negara. Ia tercatat sebagai anggota termuda dari 67 anggota lainnya.

 

Kiai Wahid Hasyim berperan penting dalam menjembatani pertentangan kalangan Islam dan nasionalis hingga tercapai kesepakatan bersama yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 sebagaimana disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

 

Dirinya merumuskan dasar negara yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila sebagai pengganti dari Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluknya tidak terlepas dari peran Kiai Wahid Hasyim yang bersedia menerima penghapusan tujuh kata tersebut.

 

Setelah Indonesia merdeka, ia menjabat Menteri Agama RI selama tiga periode yakni dalam Kabinet Hatta (1949-1950), Kabinet Natsir (1950-1951), dan Kabinet Sukiman (1951-1952). Saat tidak lagi menjabat sebagai menteri, ia mendirikan Liga Muslimin Indonesia bersama Abikusno Tjokrosujoso (PSII) dan KH Siradjuddin Abbas (Perti).

 

Atas jasa-jasa tersebut Kiai Wahid Hasyim mendapatkan gelar Pahlawan Nasional yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 206/1964 pada 24 Agustus 1964.


https://jatim.nu.or.id/rehat/mengenang-kiai-wahid-hasyim-putra-pendiri-nu-pejuang-kemerdekaan-indonesia-w0Uvo

Author: Zant