Jakarta, NU Online
Pakar Multimedia Zamzami Al-Makki menyebut bahwa pondok pesantren adalah gudang konten. Ia menegaskan, santri harus bisa jadi kreator konten karena ada banyak hal yang bisa dijadikan konten di pesantren. Berbagai aktivitas di pesantren bisa menjadi konten untuk disebar dan diproduksi di media sosial.
Di antara aktivitas santri yang bisa dijadikan konten adalah nadzaman, lalaran, muhadharah, ro’an atau kerja bakti bersih-bersih setiap Jumat. Bahkan suasana antre di kamar mandi pun bisa menjadi konten.
Tak ketinggalan, Zamzami menyarankan agar mahfudzot atau kata-kata bijak pun bisa diolah menjadi konten yang menarik. Sebab orang-orang modern saat ini sangat senang menyebarkan konten kata-kata bijak. Santri juga bisa membuat konten tentang pelajaran nahwu/sorof, fiqih, ushul fiqih, tasawuf, dan kajian keislaman yang lain di media sosial.
Berikut tips membuat konten bagi santri di pesantren yang disampaikan Zamzami dalam Dialog Literasi Digital Ke-9, di Pesantren Motivasi Indonesia, Setu, Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (27/8/2022) lalu.
Pertama, ia menekankan agar pembuatan konten cukup menggunakan handphone. Ini tentu sangat memudahkan santri yang baru akan memulai pembuatan konten dengan peralatan terbatas.
Kedua, meski hanya menggunakan handphone, diharapkan santri juga mementingkan persoalan audio dan visual. Dalam hal ini, Zamzami menegaskan agar pencahayaan dan suaranya baik.
“Namanya kan audio visual. Jadi audio lebih diutamakan daripada visual. Audio buru, visual bagus, nggak ada yang nonton. Sebaliknya, visual jelek tapi audio bagus, itu masih lebih mending. Tapi sebisa mungkin gambar juga harus dikuatkan, kecuali konten horor yang tidak perlu banyak membutuhkan soal pencahayaan yang baik,” ungkap Zamzami.
Ketiga, Zamzami mengingatkan agar ketika membuat konten di platform media sosial mana pun tidak lupa untuk mengolah hashtag atau tagar dan caption atau narasi. Akun media sosial juga jangan dibuat privasi, lebih baik diganti menjadi akun bisnis.
Menciptakan Konten Berkelanjutan
Zamzami juga memberikan tips agar konten-konten yang diciptakan santri di pesantren itu bisa berkelanjutan. Pertama, riset. Ini harus dilakukan sebelum membuat atau memproduksi konten.
“Seperti riset tentang apa saja yang dibutuhkan sama orang-orang non-pesantren tetapi haus ilmu agama. Siapa mereka? Jangan disasar semuanya, karena itu tidak bisa. Pilihlah bagian mana (target) yang akan diajak bicara,” tutur Zamzami.
Kedua, analisis. Setelah melakukan riset mengenai target yang akan dituju itu, maka perlu dilakukan analisis mengenai siapa saja kreator konten yang telah menyampaikan atau membuat konten serupa. Ini berguna untuk mengetahui kompetitor di luar.
“Misalnya sama-sama menyampaikan tentang toleransi beragama. Ini harus dipelajari, biar konten kita ada kebaruan dari konten yang sudah dibuat oleh kompetitor kita,” tuturnya.
Ketiga, strategi atau taktik. Zamzami menegaskan bahwa untuk sampai ke tujuan pembuatan konten, maka perlu diperhatikan strategi yang harus dilakukan. Misalnya tentang penggunaan bahasa yang disampaikan dengan menyesuaikan target yang dituju.
Keempat, ide atau gagasan. Caranya, harus mencari referensi sebanyak-banyaknya sebelum membuat konten. Jika ingin bicara tentang toleransi agama, misalnya, maka carilah terlebih dulu terkait pembahasan tersebut melalui buku atau film. Semakin banyak referensi, akan dapat memunculkan ide baru yang lebih segar.
Kelima, proses produksi konten juga harus direncanakan dengan sebaik mungkin, agar kualitas konten bisa terjaga. Keenam, sebelum memosting konten ke media sosial alangkah baiknya dilakukan monitoring seperti konsultasi mengenai konten yang dibuat.
“Tanya dulu ke orang lain, konten yang kita buat ini melanggar etika dan aman tidak? Jangan terburu-buru, seolah-olah nanti setelah diposting akan banyak yang nge-like (menyukai). Ini perlu dilakukan supaya tidak tergelincir. Artinya kita butuh verifikasi dari orang lain,” jelasnya.
Setelah memastikan kalau konten yang diproduksi itu aman dan tidak melanggar etika, maka segera diunggah. Terakhir, perlu ada evaluasi dari konten yang telah diproduksi dan diunggah ke media sosial.
Zamzami mengingatkan, follower atau pengikut sejati dari akun media sosial dakwah pesantren adalah wali santri. Kalau akun pesantren membuat konten baru, orang tua santri pasti akan menyukai dan membagikannya ke grup-grup keluarga besarnya.
“Inilah peluang yang harus diperhatikan santri dalam membuat konten dan menciptakan akun pesantren sebagai media dakwah. Peluang ini jangan sampai terbengkalai,” pungkas Zamzami.
Sebagai informasi, agenda Dialog Literasi Digital Ke-9 ini merupakan hasil kerja sama antara PBNU dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI. Hadir pula Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU KH Ahmad Nurul Huda Haem serta Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Pemikiran PMII Jakarta Pusat Khamim Nurhidayat.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.