Pengabdi Setan dan Hantu yang Kebarat-baratan

Joko Anwar kembali menyapa penonton Indonesia dengan Pengabdi Setan 2: Communion. Sebuah film bercerita horor ini menunjukkan sang sutradara semakin piawai dalam mengeksplorasi figur-figur hantu.

Film ini merupakan lanjutan kisah Rini (Tara Basro) beserta keluarganya: Bapak (Bront Palare), Toni (Endi Arfian), dan Bondi (Nasar Anuz). Pasca-kejadian yang menimpa mereka di film Pengabdi Setan I, Bapak mengajak anak-anaknya pindah ke sebuah rumah susun di bilangan Jakarta Utara. Bapak menganggap hidup di rumah seperti itu lebih aman karena bakal banyak memiliki tetangga. Namun, kenyataan berkata lain dari harapan. Justru mereka mendapati tetangga-tetangga yang berkelakuan aneh dan misterius.

 

Rini berulang kali merasa terteror. Puncaknya selepas tragedi jatuhnya lift rusun yang memakan beberapa korban jiwa. Pada malam itu hujan badai mengepung rusun. Rini dan keluarga terkurung dalam keadaan listrik mati. Tetangga banyak yang tiba-tiba hilang. Keadaan semakin mencekam saat Raminom, sosok gaib yang mirip penampakan ibu Rini sebelum meninggal, tiba-tiba muncul. 

Siapakah iblis Raminom ini? Bisakah Rini beserta orang-orang yang tersisa di gedung rusun menyelamatkan diri? 

 

Film ini dibuka dengan adegan mencekam, saat sekumpulan pocong ramai bersujud menghadap foto Raminom di observatorium Boscha. Hantu-hantu pocong makin terasa dominan terornya dalam cerita. Pasca-tragedi lift jatuh, korban-korban dikafani dan dibiarkan tergeletak di unit rusun masing-masing. Meski bukan villain utama, sampai cerita berakhir pocong-pocong tak henti memberikan ancaman terhadap Rini dan tokoh lain yang tersisa. 

 

Salah satu trik untuk membuat cerita efektif dan terasa dekat dengan penonton adalah dengan menampilkan karakter yang familiar dan terasa relate dengan pembaca. Pocong adalah salah satu figur yang berhasil dimanfaatkan para sineas Pengabdi Setan 2. Sosok hantu Nusantara ini sudah lama ada dan dipercaya keberadaannya oleh masyarakat. Antropolog Clifford Geertz dalam buku Agama Jawa (2013: 9), menyebutnya sebagai wedon. Wedon adalah makhluk halus yang dibungkus kain putih, dalam hal ini bisa disimpulkan sebagai kain kafan. Geertz mengkategorikan wedon ini sebagai memedi. Memedi adalah sosok hantu yang mengganggu orang atau menakut-nakuti mereka, tetapi biasanya tidak menimbulkan kerusakan serius.

 

Pocong banyak dipercaya masyarakat di pulau Sumatera dan Jawa, di mana masyarakatnya dominan beragama Islam. Konon sosok hantu ini akan muncul dalam 40 hari kematian seseorang. Mayat akan bangkit dan meminta untuk dibukakan ikatan kafannya. Hantu ini juga terkenal dengan tekstur wajahnya yang hancur dan bergerak dengan cara melompat. Beberapa rumor lain turut menempel pada figur ini, semisal dijadikan penglaris dagangan.

Bentuk fisiknya yang menggunakan kain kafan membuat hantu ini identik dengan kepercayaan masyarakat Islam. Sebagaimana disebutkan dalam paragraf sebelumnya, pocong terkenal dalam budaya masyarakat Sumatera dan Jawa yang mayoritas muslim. Masyarakat Papua misalnya, tidak begitu familiar dengan sosok hantu berbungkus kafan ini. 

 

Ada satu fenomena menarik bahwa pasca-Reformasi, pocong adalah satu jenis hantu yang mendominasi perfilman Indonesia. Nur Janti (2007) menyebutkan, selama kurun waktu 1970-an hingga 1990-an, peran pocong sebagai hantu utama dalam film bisa dihitung jari. Umumnya pocong muncul sebagai “figuran.” Hal yang berbeda terjadi setelah Reformasi. Pocong banyak muncul sebagai figur penting dalam film horor lokal, dimulai dengan film garapan Rudi Sudjarwo di tahun 2006 berjudul Pocong. Banyaknya kemunculan pocong dalam film menjadi gambaran betapa wacana Islam dan Jawa begitu mendominasi film horor Indonesia dewasa ini.

Meski dekat dengan budaya orang Islam di Indonesia, bukan kemudian mitos pocong ini diterima komunitas Muslim begitu saja. Sudah banyak pendapat yang berusaha menolak mitos ini. Salah satunya seperti tulisan Faisol Abdrurrhaman (2019), yang menyimpulkan bahwa pocong itu sebenarnya lebih mirip sosok jin qorin, yakni jin yang selalu dekat menyertai orang sejak lahir hingga mati. Tidak ada yang namanya arwah gentayangan. Ruh manusia yang meninggal akan menempati ruang antara bumi dan langit dan dalam masa yang dikehendaki oleh Allah SWT.

 

Pocong tapi Zombi
Ada hal menarik lain saat kita berusaha membahas figur hantu dalam film Pengabdi Setan 2. Banyak netizen yang menganggap hantu dalam film ini sebagai zombi. Apartemen tua tempat syuting film pun oleh netizen dijuluki sebagai sarang zombi. Zombi yang identik dengan sosok hantu di film-film Hollywood berusaha dilekatkan pada film Pengabdi Setan 2 yang menampilkan hantu lokal seperti pocong.

Meski demikian, bila kita mau membedah sejarah zombi, kita bakal menemukan kesamaan struktur tokoh antara zombi dengan pocong. Zombi berasal dari cerita rakyat Haiti, mungkin sekitar abad ke-17. Pengikut agama Voodoo banyak yang percaya kalau zombi adalah mayat yang dihidupkan kembali oleh Bokor, praktisi agama Voodoo.

Sementara itu, The Oxford English Dictionary mencantumkan asal kata zombi dari Afrika Barat dan membandingnya dengan kata dari negara Kongo, nzambi (dewa) dan zumbi atau nzumbi (jimat). Dalam bahasa Indonesia, zombi sudah diartikan sebagai mayat hidup, seperti yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V.

Dari sini bisa kita simpulkan, secara etimologi zombi adalah julukan untuk orang meninggal yang hidup kembali. Mirip bukan dengan pocong? Sudah meninggal tapi selama 40 hari kematian hidup lagi. 

Selain pocong, hantu-hantu pengabdi Raminom juga tidak mirip dengan hantu Tanah Air. Hantu-hantu yang satu ini muncul dengan gestur badan kaku, mengenakan kemeja dan celana atau blus serba hitam, sambil memegang payung. Penulis hampir tidak menemukan hantu di Tanah Air yang penampakannya membawa payung. 

Di akhir cerita, setan Raminom kabur menjauh saat tokoh Budi mengacungkan semacam besi yang bisa mekar. Benda yang diacungkan Budi itu mirip dengan pear of anguish. Ini adalah benda yang kalau diterjemahkan artinya buah kesengsaraan. Konon benda ini berasal dari tahun 1600-an. Benda ini merupakan alat hukuman bagi orang-orang penyebab keguguran, pembohong, penghujat, dan homoseksual. Orang-orang tersebut akan dijejalkan buah kesengsaraan ke dalam organ vital mereka. Pear of anguish banyak ditemukan di berbagai museum penyiksaan di seluruh Eropa.

Sangat “tidak Nusantara”, bukan? Meski demikian, benda ini ada dan menduduki peran yang penting dalam cerita Pengabdi Setan 2. Benda ini beserta hantu-hantu yang penulis sebutkan di atas menunjukkan bahwa film Pengabdi Setan 2 tidak melulu disiplin menggunakan figur hantu Nusantara sesuai kepercayaan masyarakat Indonesia. Penulis cerita memilih memodifikasi hantu dan memasukkan unsur-unsur negara asing dalam ceritanya. Pocong sama seperti zombi. Pengabdi setannya tidak pakai menyan tapi pakai payung. Alat pengusir pocongnya bukan keris, tapi pear of anguish.

Film Pengabdi Setan 2 ini melakukan transformasi cerita hantu Nusantara. Film lokal lain biasanya menyajikan kisah hantu identik dengan figur kuntilanak, tuyul, sundel bolong, pocong, dan hantu-hantu lokal lain. Beda, film ini bikin kisah hantu yang punya corak kebarat-baratan. Transformasi cerita ini adalah bentuk keniscayaan, mengingat semakin terbukanya akses informasi dewasa ini. Masyarakat Indonesia bisa bebas mencari inspirasi dari sudut dunia manapun. Inspirasi inilah yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk menjadi bumbu dalam karya-karya baru, apapun karya itu.

 

Muhammad Daniel Fahmi Rizal, adalah Dosen dan Penikmat Budaya Pop, Alumni Pesantren Ciganjur Jakarta.
 

Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://www.nu.or.id/esai/pengabdi-setan-dan-hantu-yang-kebarat-baratan-vBn5a

Author: Zant