Tafsir Surat Ad-Dhuha Ayat 6: Hikmah Keyatiman Nabi Muhammad

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat ad-Dhuha ayat 6:
 

اَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيْمًا فَاٰوٰىۖ

a lam yajidka yatīman fa āwā.

Artinya, “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(-mu)”.

Ragam Tafsir

Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam Tafsir Jalalain menjelaskan: “a lam yajidka”,   istifham atau pertanyaan dalam ayat ini adalah istifham taqrir, pertanyaan untuk menetapkan, yang bermakna dia mendapatimu. Kata “yatīman”, sebagai seorang yatim, dengan kehilangan ayahmu sebelum engkau dilahirkan atau setelahnya. Dan kata “fa āwā “, lalu Dia melindungi(-mu), yakni dengan Allah kumpulkan dirimu kepada pamanmu, Abu Thalib. (Jalâluddîn Al-Mahalli dan Jalâluddîn As-Suyûthi, Tafsîrul Jalâlain, [Kairo, Darul Hadis], halaman 912).

Al-Baidhawi dalam tafsirnya menjelaskan, “a lam yajidka yatīman fa āwā”. Dalam ayat ini Allah menyebut nikmat yang telah Allah berikan  kepada Nabi saw, untuk mengingatkan bahwa sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadanya, Allah juga akan berbuat baik pula diwaktu yang akan datang, meskipun terlambat. Kata “yajidka” berasal dari kata “al-wujud” yang maknanya mengetahui. (Nasiruddin as-Syairazi al-Baidhawi, Anwarut Tanzil wal Asrorut Ta’wil, [Beirut, Darul Ihya’: 1418 H], juz V, halaman 319).

Adapun ​​​​Syekh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan, bukankan Tuhanmu mendapatimu seorang yatim tanpa seorang ayah, kemudian Allah menjadikan untukmu tempat berlindung, yakni rumah kakekmu, Abdul Muthalib dan rumah pamanmu Abu Thalib. Nabi saw kehilangan sesosok ayah saat masih dalam kandungan ibunya atau setelah dilahirkan. Kemudian ibunya, Aminah binti Wahab wafat. Saat itu Nabi saw baru berusia enam tahun. Kemudian diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib sampai beliau meninggal. Saat itu nabi berusia delapan tahun. Kemudian diasuh oleh pamannnya, Abu Thalib. Ia selalu menjaga dan menolong Nabi saw setelah Allah mengangkatnya menjadi nabi pada awal usia 40 tahun. (Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz XXX halaman 285).

Hikmah Keyatiman Nabi

Terkait keyatiman Nabi saw, Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya menyebutkan riwayat sebagai berikut:

 

وَقِيلَ لِجَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ الصَّادِقِ: لِمَ أُوتِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَبَوَيْهِ؟ فَقَالَ: لِئَلَّا يَكُونَ لِمَخْلُوقٍ عَلَيْهِ حَقٌّ. وَعَنْ مُجَاهِدٍ: هُوَ مِنْ قَوْلِ الْعَرَبِ: دُرَّةٌ يَتِيمَةٌ، إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهَا مِثْلٌ. فَمَجَازُ الْآيَةِ: أَلَمْ يَجِدْكَ وَاحِدًا فِي شَرَفِكِ لَا نَظِيرَ لَكَ، فَآوَاكَ اللَّهُ بِأَصْحَابٍ يَحْفَظُونَكَ وَيَحُوطُونَكَ

 

Artinya, “Ditanyakan kepada Ja’far bin Muhammad as-Shadiq, ‘Kenapa Nabi saw diyatimkan?’ Kemudian beliau menjawab: ‘Supaya tidak ada makhluk yang berhak menguasai​nya. Dari Mujahid, kata (يتيم) dari ungkapan Arab, “dzurratun yatimah”. Artinya, mutiara yang sangat berharga, jika tidak ada yang menyamainya. Maka kiasan (majaz)nya ayat adalh, “Bukankah Dia mendapatimu sendiri dalam kemuliaanmu, tanpa ada yang menyerupaimu? Lalu Allah melindungimu dengan beberapa sahabat yang melindungi dan menjagamu”. (Syamsudin al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, [Mesir, Darul Kutub al-Misriyah: 1384 H/1964 M], juz XX, halaman 96).

 

Syekh Musthafa al-Maraghi menjelaskan beberapa bukti kalau sejak kecil Muhammad memang sudah dikader menjadi seorang nabi lewat penjagaan Allah. Berikut ini penjelasanya:

 

ولو تدبر المنصف فى رعاية الله له، وحياطته بحفظه وحسن تنشئته، لوجد من ذلك العجب، فلقد كان اليتيم وحده مدعاة إلى المضيعة وفساد الخلق، لقلة من يحفل باليتيم ويحرص عليه، وكان فى خلق أهل مكة وعاداتهم ما فيه الكفاية فى إضلاله لو أنه سار سيرتهم، لكن عناية الله كانت ترعاه، وتمنعه السير على نهجهم، فكان الوفىّ الذي لا يمين، والأمين الذي لا يخون، والصّادق الذي لا يكذب، والطاهر الذي لم يدنّس برجس الجاهلية

 

Artinya, “Jika orang bijak merenungkan penjagaan, perlindungan dan bagusnya pemeliharan Allah kepada Nabi saw, maka akan ditemukan hal yang menakjubkan. Sungguh keyatiman seorang anak menjadi sebab kehancuran akhlaknya, karena tidak ada pengasuh dan pembimbing yang bertanggung jawab. Apalagi suasana dan sikap penduduk Mekah lebih dari cukup untuk menyesatkan Nabi saw. Akan tetapi, perlindungan Allah yang sangat rapi dapat mencegah beliau menemani mereka. Dengan demikian, jadilah beliau seorang pemuda yang sangat jujur, terpercaya, tidak pernah berdusta, dan tidak pernah berlumur dengan dosa orang-orang Jahiliah”. (Ahmad bin Musthafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, [Mesir: Matba’ah Musthafa al-Babil Halabi: 1365H/1946M], jus XXX, halaman 148).
Wallahu a’lam.
 

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma’had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-ad-dhuha-ayat-6-hikmah-keyatiman-nabi-muhammad-aQblA

Author: Zant